29 Wanita jadi Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

Minggu, 23 Juni 2019 – 16:53 WIB
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Foto: RMOL

jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 29 wanita menjadi korban tindak pidana perdagangan manusia dengan modus pengantin pesanan dengan pria berwarganegara Tiongkok.

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jakarta Bobi Anwar Ma'arif mengatakan, 29 wanita tersebut berasal dari dua wilayah di Indonesia. Yakni 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 lainnya asal Jawa Barat.

BACA JUGA: Jual Ratusan Orang ke Timur Tengah, Abdul Raup Untung Rp 900 Juta

"Kami banyak menangani korban tindak pidana perdagangan orang dengan modus perkawinan pesanan. Di Jawa Barat sejak 2016, ada 16 orang korbannya. Satu dipulangkan, sisanya belum. Kami juga dampingi korban dari Kalimantan Barat," ucap Bobi kepada awak media di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (23/6).

BACA JUGA: Bareskrim Bongkar Perdagangan Orang ke Timur Tengah, 1000 Korban Diamankan

BACA JUGA: Bareskrim Bongkar Perdagangan Orang ke Timur Tengah, 1000 Korban Diamankan

Bobi melanjutkan, terdapat agen atau yang dikenal dengan sebutan makcomblang yang berada di dua wilayah tersebut dan di Jakarta. Sindikat pelaku mengincar para wanita yang berada di desa-desa terpencil dengan berbagai iming-iming.

Para makcomblang, terangnya, mencari korban dengan modus akan dijamin kehidupannya hingga kehidupan keluarganya, serta akan diberikan kebebasan ketika menikah dengan pria asal Tiongkok.

BACA JUGA: Buron 4 Tahun, Terpidana TPPO Ditangkap di Kupang

"Di desa-desa itu pertama korban yang kita temukan banyak direkrut, mereka masuk desa mencari target yang SDM-nya jauh, jauh dari internet dan mencari target orang yang membutuhkan (uang)," jelasnya.

BACA JUGA: Jual Ratusan Orang ke Timur Tengah, Abdul Raup Untung Rp 900 Juta

Dalam aksinya, pria Tiongkok yang sedang mencari calon istri asal Indonesia dimintai uang sebesar Rp 400 juta. Dari uang itu, korban hanya diberi uang sebesar Rp 20 juta untuk keluarga korban.

"Korban akan dinikahi dengan orang China. Di Indonesia dihargai oleh agen Rp 400 juta dan dibagi ke agen lain hingga ke perekrut sudah nyebar ke desa-desa. Mereka (pelaku) juga sudah punya perangkat untuk melakukan aksinya, misalnya wali nikah palsu sudah disediakan, menyediakan even untuk wedding, menyediakan acara resepsi, menyediakan fasilitas tinggal di hotel," paparnya.

Setelah proses pernikahan dengan dokumen pernikahan yang telah dipalsukan oleh sindikat pelaku, korban selanjutnya dibawa oleh pria Tiongkok tersebut ke negaranya.

Di sana, korban dijadikan pekerja tanpa adanya uang bayaran serta mendapatkan perlakuan kekerasan oleh suaminya atau pria Tiongkok tersebut.

"Dari pengakuan korban, sampai di sana (Tiongkok) dia (korban) harus bekerja, kerja mulai jam 7 pagi sampai jam 6 sore, lalu istirahat dan kerja lagi sampai jam 9 malam baru istirahat. Akibatnya teman-teman menolak hubungan seksual, ketika menolak dipukul dan berbagai macam bentuk kekerasan fisik lainnya," jelasnya.

BACA JUGA: Polisi Tetapkan 4 Tersangka Perdagangan Orang ke Tiongkok

Kini, pihak Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) telah berhasil memulangkan kembali sebanyak 9 korban asal Kalimantan Barat dan satu korban asal Jawa Barat.

"Kami meyakini bahwa apa yang dialami korban ini adalah tindak pidana perdagangan orang karena unsur didalamnya terpenuhi seperti proses, cara dan tujuannya sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO Pasal 2 dan pasal 4," pungkasnya. (rmol)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Tetapkan 4 Tersangka Perdagangan Orang ke Tiongkok


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler