Tolak Dievakuasi dari Kontrakan demi Jaga Ibu

Kamis, 02 Januari 2014 – 07:18 WIB
Suasana usai penggrebekan teroris di Kampung Sawah Lama, Ciputat, Kota Tangsel, Rabu (1/1) pagi. Foto: Boy/JPNN

KEBERUNTUNGAN menyelimuti Cucup Supriatna, 36, warga Rt 04/07 Kampung Sawah Lama, Ciputat, Kota Tangsel. Berada 9 jam di antara baku tembak teroris dan Densus 88 Anti Teror di Gang Haji Hasan, dia masih selamat.
-------------
KING HENDRO ARIFIN, Tangsel
-------------

Wajah Ucup, sapaan pria berkulit sawo matang ini, menyisakan ketakutan mendalam. Mukanya pucat pasi meski sesekali tersenyum saat berbincang dengan INDOPOS di sebuah kedai yang tak jauh dari lokasi penembakan teroris di Gang Haji Hasan.   

BACA JUGA: Banyak Aktif di Malam Hari, Selalu Berpenampilan Rapi

Buruh serabutan ini tak menyangka malam tahun barunya harus berada di antara muntahan peluru. Usai Azan Magrib berkumandang Selasa (31/12) petang, Ucup sudah mempersiapkan diri menikmati perayaan tahun baru bersama rekan sejawatnya. Namun, acara itu terpaksa terhenti saat puluhan anggota Densus 88 mengepung kontrakan yang dijadikan tempat persembunyian terduga teroris.

’’Kaget bukan main. Saya tidak menyangka tetangga di depan kontrakan saya terduga teroris,’’ ujarnya.

BACA JUGA: Politikus Bersahaja yang Jadi Jembatan Keraton dengan Ulama

Awalnya pria ini menyangka puluhan personel Densus 88 yang mengepung area kontrakan merupakan polisi umum. Kedatangan mereka pun dianggap Ucup hanya untuk menjemput warga terkait aksi kriminal biasa. Namun, dugaannya itu meleset.

Tim Densus dengan cekatan meminta seluruh warga yang tinggal di empat dari lima kontrakan saling berhadapan untuk meninggalkan lokasi. Hanya hitungan menit, sekitar 10 orang yang merupakan penghuni di empat kontrakan tersebut langsung diungsikan.

BACA JUGA: Pilih Tekuni Fotografi karena Jadi Terkenal di Sekolah

’’Saya mulai curiga saat tetangga saya disuruh tinggalkan kontrakan,’’ ujarnya.

Ucup pun tidak lepas dari perintah tim Densus 88 untuk mengosongkan kontrakan. Apalagi, kontrakannya tepat berhadapan dengan kontrakan terduga teroris. Namun niatnya untuk meninggalkan kontrakan urung dilakukan. Ucup lebih memilih bertahan di kontrakan demi menjaga ibunya yang sakit. Apalagi waktu evakuasi tidak banyak.

Bahkan, saat beberapa warga diungsikan tim Densus 88 sudah dalam posisi standby dengan bidikan senapan mengarah ke kontrakan terduga teroris.

Tim Densus sendiri tersebar di beberapa titik. Antara lain bersembunyi di antara pohon bambu yang berjarak seratus meter dari kontrakan.

Pilihannya untuk bertahan di dalam kontrakan menghantarkan dirinya dan sang ibu dengan suasana mencekam. Sekitar pukul 20.00, aksi baku tembak pun tidak terelakkan. Dirinya akhirnya memilih posisi telungkup menindih sang ibu yang terbaring di tempat tidur.

Cara itu menurutnya dilakukan untuk menghindari peluru yang mungkin mengarah ke kontrakan yang dihuninya.

Ucup sendiri kembali harus mendapat tekanan luar biasa dalam jiwanya. Dirinya menyangka penggerebekan hanya berlangsung 1 sampai 2 jam. Namun hingga pukul 05.00, dia harus mendengar letusan dan bisingnya suara tembakan dari Tim Densus 88 maupun milik terduga teroris.

Sekitar 9 jam, dirinya pun tak bisa tidur dan terus memeluk sang ibu yang terbaring di kasur. Setiap ledakan ataupun suara tembakan keluar, Ucup hanya bisa beristigfar dalam hati berharap tidak ada satupun peluru yang mengarah ke dirinya, apalagi sang ibu.

’’Sekitar 9 jam saya berada di antara desing peluru dan ledakan. Lebih dari seratus tembakan yang dengar dan tiga kali suara ledakan yang cukup membuat telinga sakit,” ujarnya.

Sekitar Rabu (1/1), pukul 04.00, dirinya dapat bernafas lega. Tidak lagi terdengar desingan peluru. Meski begitu dirinya baru berani keluar dari kontrakan satu jam setelahnya. Saat keluar rumah, dirinya sudah tidak lagi melihat petugas mengevakuasi para terduga teroris yang ditembak mati.

Hanya saja, dirinya sempat menyaksikan para petugas kepolisian membersihkan sisa-sisa peluru dan proyektil. Termasuk juga saat petugas menutup kontrakan teroris dengan terpal. Kontrakan tersebut ditutup sepenuhnya dan tidak bisa terlihat dari luar.

’’Saya baru lihat ada peluru sebesar jempol. Tidak kebayang kalau peluru itu ke tubuh saya,” katanya.

Berbicara seputar sikap para terduga teroris, Ucup mengaku hanya pernah berkomunikasi dengan satu dari 6 orang terduga teroris yang ditembak mati tim Densus 88. Menurutnya, para pelaku baru sekitar 3 bulan terakhir tinggal di kontrakan tersebut. Satu orang yang kerap berkomunikasi dengan dirinya bernama Dayat.

Pria yang ditembak saat berkendara menggunakan Supra Fit B 7266 COP ini mengaku kelahiran di kawasan Rempoa, kawasan Gintung, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangsel. Dayat yang tewas ditembak Selasa (31/12) sekitar pukul 20.00, di Ruas Gang Haji Hasan, mengaku bekerja di bidang ekspedisi.

’’Dayat (terduga teroris) tidak banyak bicara. Setiap mengobrol paling lama 10 menit sampai 15 menit. Kemudian masuk lagi ke kontrakan. Kalau teman-temannya paling hanya tersenyum apabila berpapasan di jalan,” katanya.

Masih menurutnya, cara berpakaian ataupun prilaku para terduga teroris pun tidak ada yang mencurigakan. Cara berpakaian yang mereka gunakan seperti orang pada umumnya. Setiap keluar rumah, para terduga teroris menggunakan tiga unit sepeda motor. Mereka umumnya meninggalkan kontrakan siang hari dan pulang petang. Setiap pergi para pelaku hanya membawa tas gendong.

’’Dayat (terduga teroris, red) juga baik. Tiga bulan terakhir tinggal, untuk bayar kontrakan Rp 500 ribu per bulan tidak pernah telat. Bahkan Dayat juga kerap memberi sembako kepada pemilik kontrakan. Jadi ga nyangka juga kalau dia terduga teroris,” ujar Ucup yang merupakan keponakan Hj Zainab, pemilik kontrakan. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota Asli Meninggal, Diteruskan Ahli Waris


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler