Tolak Kebangkitan Dinasti Cendana dari Orde Baru

Minggu, 20 Januari 2019 – 21:56 WIB
Aktivis 98 menolak hoaks dan kebangkitan orde baru. Foto: Ist

jpnn.com, TANGERANG - Aktivis 98 alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tergabung dalam Alumni UIN Bersatu mendeklarasikan penolakan atas maraknya hoaks dan kebangkitan rezim Orde Baru.

Deklarasi berlangsung di Fifo Resto Situ Gintung, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Turut hadir dalam deklarasi itu sejumlah tokoh nasional yang merupakan alumni UIN Jakarta.

BACA JUGA: Sindir Andi Arief, Hasto Singgung Penculikan Aktivis

Di antaranya Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, dosen politik UIN Jakarta Ali Munhanif, pengamat politik Adi Prayitno, mantan Komisioner Komnas Perempuan Neng Dara Affiah, eks aktivis 98 Ridwan, beserta sejumlah tokoh muda.

Ada tiga isu utama yang menjadi tagline deklarasi, yakni Menolak Hoaks, Menolak Politisasi Agama, serta Menolak Dinasti Cendana.

BACA JUGA: Soeharto Bapak Pembangunan atau Guru Korupsi?

Acara itu dikemas dalam stand up politik, di mana beberapa tokoh satu per satu memaparkan bahaya ketiga isu tersebut dalam proses demokrasi di Indonesia.

Salah satu deklarator Alumni UIN Bersatu, Ridwan Darmawan, mengatakan, hoaks telah membuat proses demokrasi berjalan mundur.

BACA JUGA: Aktivis 98 Luncurkan Gerakan #LawanOrdeBaru

Ide, gagasan, dan inovasi yang telah terbangun dihancurkan dengan berita-berita bohong. Bahkan parahnya lagi, hoaks dikerjakan secara sistematis untuk menghancurkan lawan politik.

"Hoaks saat ini tidak berdiri sendiri, ada kekuatan kelompok tertentu yang menggunakannya secara massif, terstruktur untuk menyerang dan menghancurkan popularitas pihak lain. Sebut saja misalnya soal isu PKI, kriminalisasi ulama, antek aseng, dan sebagainya," kata Ridwan yang juga merupakan aktivis 98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menurut dia, hoaks jadi satu-satunya cara bagi kelompok tertentu untuk menegasikan capaian prestasi orang lain, demi mendapatkan kekuasaan.

Pola pecundang seperti itu, kata Ridwan, sering diarahkan kepada pemerintahan Joko Widodo untuk mendeskreditkan kepemimpinannya menjelang pemilu.

"Hoaks hanya dilakukan oleh pihak yang frustasi. Mereka kalah telak bersaing dalam program dan prestasi, lalu berusaha merusaknya dengan memainkan isu-isu yang menarik perhatian publik. Hal semacam ini jadi ancaman serius untuk proses demokrasi kita kedepan," tukasnya

Sementara itu, Ray Rangkuti menyoroti ancaman kebangkitan rezin Orde Baru. "Saya mengapresiasi kawan-kawan panitia yang mengingatkan kembali bahaya orde baru ke panggung politik. Karena kita tahu, Orde Baru selama 32 tahun berkuasa melakukan berbagai kejahatan politik," ujar Ray Rangkuti.

Oleh karenanya, dia beserta elemen demokrasi lainnya merasa berkewajiban mengingatkan kembali kepada masyarakat tentang bahaya rezim Orde Baru. Dia melihat indikasi kebangkitan rezim Orde Baru tercermin melalui dua hal.

Pertama, secara fisik dengan membangun partai politik. Kedua, secara ide, seperti otoritarianisme, antipluralisme, maupun antikebebasan berpendapat yang pernah diterapkan pada masa lalu.

"Bukan artian kita menolak mereka berpolitik, kalau secara hak tentu saja mereka berhak. Tapi juga kita sebagai warga negara yang pernah ikut serta menjatuhkan Orde Baru mengingatkan kembali, bahwa masa kelam Orde Baru itu sangat tidak patut untuk kembali dibawa ke panggung politik Indonesia," pungkas Ray. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rakyat Aceh Anggap Soeharto Lebih Kejam ketimbang Abu Jahal


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler