jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah elemen termasuk Front Pembela Islam (FPI) Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama berencana menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Selasa (13/10) guna menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Namun, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mewanti-wanti anggotanya tidak mengikuti aksi tersebut.
BACA JUGA: Aneh, Mahasiswa Dilarang Demo, Tetapi Kampus Disuruh Sosialisasi UU Omnibus Law
Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, fokus organisasinya saat ini ialah penanggulangan Covid-19.
"Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa (13/10)," ujar Mu'ti dalam pernyataan resminya, Senin (12/10).
BACA JUGA: Kocak, Tanggapan Melly Goeslaw Soal Omnibus Law
Anggota British Council Advisory Board 2006-2008 itu menegaskan, Muhammadiyah lebih fokus pada penanganan COVID-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
"Dalam situasi sekarang, sebaiknya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi," ujarnya.
BACA JUGA: Desak Jokowi Batalkan Cipta Kerja, KSBSI Bakal Demo Beruntun di Depan Istana
Pemegang kartu tanda anggota (KTA) Muhammadiyah bernomor 750178 itu menambahkan, aksi demonstrasi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Menurutnya, Islam mengajarkan tentang meninggalkan perbuatan yang lebih banyak madarat dibandingkan manfaatnya.
Mu'ti menuturkan, dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan ketimbang hal yang penting (muhim).
Walakin, Mu'ti memastikan Muhammadiyah tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hukum dan perundangan-undangan, terutama yang menyangkut umat Islam.
Namun, Muhammadiyah juga menghormati masyarakat yang demonstrasi. Sebab, menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD.
Oleh karena itu Muhammadiyah mengingatkan masyarakat yang berdemonstrasi hendaknya mematuhi undang-undang, tertib, dan menghindari kekerasan ataupun vandalisme.
"Aparat keamanan hendaknya memaksimalkan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak terjadi clash antara masyarakat dengan aparat," imbaunya.
Namun soal unjuk rasa untuk menurunkan pemerintahan yang sah, Muhammadiyah menolaknya.
"Muhammadiyah tidak akan melengserkan pemerintahan yang sah. Risikonya terlalu besar bagi rakyat dan masa depan bangsa," pungkas pria asal Kudus, Jawa Tengah itu.(esy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad