Tolak Pengawasan, Hakim Konstitusi Tak Cinta MK

Senin, 07 Oktober 2013 – 14:23 WIB
Ketua KY Suparman Marzuki saat diwawancara di kantornya Senin (7/10). FOTO: Natalia Lauren/JPNN

jpnn.com - MAHKAMAH Konstitusi  (MK) yang dulu selalu dielu-elukan sebagai salah satu lembaga terbersih kini jatuh dan terpuruk. Sang ketua, Akil Mochtar dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menerima uang miliaran rupiah yang diduga suap penanganan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Pilkada Lebak, Banten.

Bagi beberapa kalangan, MK dianggap sebagai lembaga setengah dewa karena bertugas tanpa pengawasan. Sejatinya, Komisi Yudisial (KY) berhak melakukan pengawasan itu. Namun, saat kepemimpinan Jimly Asshiddiqie pada 2006 lalu, MK memangkas kewenangan itu setelah menerima sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. MK menyatakan KY tak lagi berwenang mengawasi hakim agung dan hakim konstitusi.

BACA JUGA: Karena Pengawasan MK Diserahkan ke Tuhan

Kini, dengan adanya kasus Akil, semua pihak menyakini lembaga peradilan tinggi itu seharusnya diawasi oleh pihak eksternal.  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun langsung menyiapkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) yang akan memuat pengawasan eksternal bagi MK. Pengawasan itu rencananya bakal diberikan kembali pada KY.  

Berikut wawancara wartawan JPNN,  Natalia Laurens dengan Ketua KY Suparman Marzuki di kantornya Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat pada Senin (7/10) terkait wacana tersebut.
 
Setelah Presiden membuka peluang pengawasan MK, bagaimana KY menanggapinya?

BACA JUGA: Nyatanya tak Ada yang Tembus

Pertama Perpu itu memang kewenangan konstitusional Presiden. Kalau nanti mandat itu diberikan pada KY untuk melakukan pengawasan terhadap MK, kami siap melakukannya. Dulu memang pernah diberikan kewenangan itu, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004. Kami merespon rencana Presiden itu.

Ada kesulitan tidak untuk mengawasi hakim di MK nanti?

BACA JUGA: Pengawasan Tes CPNS di Daerah Memang Sulit

Saya rasa ini tidak akan mengalami kesulitan untuk pengawasan, karena jumlah yang akan diawasi itu sedikit. Berbeda dengan apa yang sudah kami lakukan selama ini pengawasan pada hakim-hakim lainnya. Lebih rumit, lebih complicated. Kalau di MK menurut saya tidak.

Kadang orang mispersepsi tentang pengawasan. Pengawasan itu adalah bagian dari sistem penegakan hukum, tinggal bentuk substansi dan caranya yang berbeda-beda. Tergantung problemnya. Untuk di Indonesia ini kita dalam proses membangun, proses menuju ke negara hukum yang baik. Karena itu pengawasan adalah bagian dari sistem penegakan hukum untuk menjaga trust pada sistem. Lebih sempit lagi trust pada proses peradilan di MK.

Sehingga semua pihak yang akan berurusan hukum di MK termasuk para pengamat akan punya persepsi positif atas proses itu sedari awal karena ada sistem check and balances, ada sistem pengawasan yang berlangsung. Pengawasan itu bukan maksud mencurigai orang per orang. Bagaimana kami bisa mencurigai, jalan saja belum. Tetapi untuk menjaga kepercayaan, ini yang harus dirawat. Di MK itu sebenarnya sistem administrasinya sudah bagus. Seleksi hakimnya kredibel dan ada instrumen institusi. Tinggal pengawasannya.
 
Menurut Anda, untuk pengawasan itu bisa dalam bentuk apa saja?

Pengawasan itu berlaku untuk tindakan di dalam dan di luar sidang. Jadi perilaku murni. Yang mau kami jaga itu adalah etika agar hakim-hakim itu tetap dalam koridor sebagai hakim yang menjaga penuh prinsip etika di dalam sidang maupun di luar sidang. Nah di luar sidang, perilaku-perilaku murni tidak boleh juga mereka lakukan, tetap tidak boleh dilakukan.

Contohnya ada hakim ke tempat hiburan malam. Itu enggak boleh. Enggak boleh dia ke tempat-tempat yang menimbulkan cacat moral baginya.

Bisa dibayangkan kalau dia di tempat hiburan lalu ada penggerebekan atau razia, pas dia ada di sana. Meski dia enggak melakukan apa-apa tentu akan di sorot publik. Karena hakim itu jabatannya silent, jabatan diam. Jabatan harus jauh dari hiruk pikuk yang berpotensi merusak hakim, tercemar.

Selain itu kami juga mengawasi mereka dalam persidangan. Misalnya, sidang harus tepat waktu, hakim tidak boleh mengajukan pertanyaan menyerang, berlaku sopan, mengeluarkan kata-kata yang benar dalam persidangan, tidak boleh mengantuk, tidak boleh merokok, tidak boleh menggunakan handphone. Putusannya juga harus betul-betul diambil objektif.

Kami sudah berusaha untuk menjaga ini pada hakim lain, kalau dalam konteks di MK tentu kami akan lebih mudah melakukannya, karena dari segi jumlah lebih mudah. Ada sembilan hakim saja. Kami selama ini mengawasi sekitar 8300 hakim.

Sampai sejauh ini, efektivitas terus kami perbaiki. Kami tidak mengklaim berhasil mengawasi semua hakim, karena KY ini tidak sendiri. Hakim-hakim di luar MK diawasi banyak pihak mulai dari masyarakat, MA, pers, LSM, diawasi oleh dirinya sendiri, oleh pengadilan tinggi. Banyak yang mengawasinya. Kalau MK siapa yang mengawasi?

Kata Pak Hamdan Zoelva (Wakil Ketua MK), MK diawasi oleh dirinya sendiri dan Tuhan. Begini lho ini sesuatu yang harus kita lihat secara luas. Jadi banyak orang memperhatikan kami dalam kerangka kebaikan, itu akan jauh lebih baik. Dengan demikian potensi kami untuk lebih hati-hati itu lebih tinggi.
 
MK tampaknya tidak setuju ada pengawasan dari eksternal. Bagaimana tanggapan KY?

Kalau seperti itu berarti mereka tidak mencintai MK. Menurut saya mereka tidak sepenuh hati mencintai MK. Kalau mereka sepenuh hati mencintai MK, lembaga itu sepenuhnya milik rakyat Indonesia, bukan milik Hamdan Zoelva dan delapan hakim konstitusi itu.

Mereka hanya dua periode di situ. Setelah itu pada umur 70 tahun mereka pensiun. Mereka terbatas, tapi institusi MK itu harus ada sepanjang sejarah republik ini. MK harus tetap ada. Itu milik semua dan semua ikut bertanggungjawab. Jangan sampai delapan hakim MK itu seolah-olah milik mereka berdelapan. Itu keliru besar. Dengan pernyataan menolak mereka sama dengan setengah hati mencintai MK.

Jika KY sudah diberi pengawasan untuk MK, berarti masyarakat bisa melapor jika ada dugaan pelanggaran di penanganan sengketa Pilkada?

Iya tentu saja. Kalau selama ini kan tidak ada mekanisme untuk melapor. Mereka mau melapor kemana, kalau mereka ada complain. Padahal putusan MK final dan mengikat, kalau putusannya cacat hukum, cacat moral, cacat prosedur, bagaimana?

Dampak putusan MK itu besar sekali. Kalau MA putusannya hanya mempengaruhi pihak-pihak yang berperkara, tapi tidak berpengaruh pada kehidupan politik, atmosfir di sekitarnya. Tapi putusan MK, jika berkaitan dengan undang-undang ekonomi, maka sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi. Kalau berkaitan dengan politik maka sangat mempengaruhi kehidupan politik. Misalnya pemilihan legislatif dan lain-lain. Dampaknya sangat lebih besar. Bisa terjadi huru-hara politik kalau mereka tidak hati-hati. Jangan main-main. Bisa terjadi konflik horizontal dan sekarang sudah terjadi di beberapa tempat akibat putusan MK.
 
Apakah Anda yakin jika MK diawasi bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat?

Kita harus yakin dan percaya, berjuang agar MK tidak boleh terpuruk.  MK harus bangkit, kembali pada jati dirinya dan meraih kembali kepercayaan publik. Harus rebut (kepercayaan) itu dan berjuang keras dengan cara berbagai macam upaya. Hakim-hakim yang ada sekarang ini membuka diri pada perubahan. Kasus Akil ini harus jadi yang pertama dan terakhir. Jangan besok muncul hakim lainnya yang terlibat.
 
Bagaimana jika hakim MK tetap tidak setuju soal pengawasan dari eksternal?

Kalau sudah dibuat aturannya, enggak bijaksana kalau mereka menolak. Dalam situasi chaos begini adalah tidak bijaksana mengeluarkan sikap resisten, kurang bagus. Publik sedang menghina lembaga ini habis-habisan, menurut saya kurang bagus. Kita optimis lah bisa mengawasi MK. Semua orang juga harus yakin MK bisa diperbaiki.

Akil Mochtar juga terindikasi memakai narkoba. Ini bukan pertama kalinya hakim memakai narkoba, hakim pengadilan umum pun sudah sering ditangkap karena itu. Apa KY mencium ada pihak yang khusus menyuplai untuk hakim. Mengingat gerak-gerik hakim terbatas?

Saya enggak tahu persis. Terutama kalau di kasus Pak Akil. Selama ini KY sudah banyak memberhentikan hakim karena narkoba. Apakah mereka ada yang memasok atau ada yang beli sendiri, nah itu perlu ditelusuri oleh BNN. Saya berharap BNN aktif menelusuri aparat penegak hukum terutama hakim. Kami ada kerjasama dengan BNN. Kami sudah banyak realisasikan kerjasama itu dengan ditangkapnya hakim-hakim. Tapi kalau untuk hakim MK kan belum karena kita enggak punya kewenangan pengawasan di sana. (*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasihan Ruhut, Kasihan Rakyat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler