jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) masih menunggu respons otoritas arab Saudi terkait kebijakan perekaman biometrik sebagai syarat pengajuan visa umrah ditunda.
Sebelumnya, Kemenag sudah meminta agar kebijakan tersebut ditunda. Sebab menurut mereka implementasinya belum siap dan cenderung menyulitkan masyarakat. Sayangnya hingga kini belum ada respons dari pemerintah Arab Saudi.
BACA JUGA: Kemenag Kerahkan 197 Penghulu demi Sukseskan Program Anies
Implementasi perekaman biometrik dinilai tidak siap karena sampai saat ini belum mencakup seluruh provinsi di Indonesia. Layanan yang dioperatori oleh VSL Tasheel itu belum tersebar ke seluruh provinsi. Layanan ini belum ada untuk provinsi Kalimantan Utara, Bali, NTT, Papua, serta Papua Barat.
Jadi bisa dibayangkan jika ada jamaah umrah dari Papua atau Papua Barat, harus terbang dahulu ke dearah lain untuk mengurus perekaman biometrik. Diantaranya terbang ke Sulawesi atau Ambon untuk mengurus perekaman biometrik. Sehingga selain merepotkan jamaah, juga menimbulkan biaya tambahan.
BACA JUGA: 2019, Kemenag Akan Bangun 128 Balai Nikah dan Manasik Haji
’’Yang jelas kalau belum siap dan menyulitkan masyarakat, ditunda saja dulu,’’ kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim.
Dia mengatakan perekaman biometrik untuk pengajuan visa umrah bisa dibuka kembali jika sudah siap dan telah disosialisasikan dengan baik.
BACA JUGA: Berita Terbaru soal Aturan Rekam Biometrik untuk Visa Umrah
Ada wacana bahwa layanan perekaman biometrik bekerjasama dengan Kemenag. Sehingga layanan tersebut bisa dibuka di kantor Kemenag tingkat kabupaten/kota. Arfi mengatakan wacana tersebut memangkinkan saja untuk dilakukan. Namun perlu pembahasan yang lebih teknis. Terakit dengan surat resmi Menteri Agama untuk Arab Saudi, Arfi mengatakan belum ada balasan.
Kepala Sub Direktorat Pengawasn Umrah dan Haji Khusus Kemenag Noer Alya Fitra membenarkan bahwa keluhan yang sering disampaikan jamaah maupun travel umrah adalah sebaran perwakilan VSF Tasheel yang belum tersebar di seluruh provinsi.
Kemudian dia mengungkapkan jamaah harus melakukan perjanjian dahulu sebelum melakukan perekaman biometrik. ’’Yang belum melakukan janjian dulu dan masih jauh dari tanggal keberangkatan, ditolak alias tidak dilayani,’’ tuturnya. Meskipun calon jamaah umrah tersebut sudah jauh-jauh datang ke kantor VSF Tasheel.
Selain itu pejabat yang akrab disapa Nafit itu mengatakan, kantor layanan VSF Tasheel tersebut juga belum sepenuhnya memadai. Misalnya ada fasilitas untuk jamaah yang sudah lansia atau disabilitas. Selain itu ada juga kantor VSF Tasheel yang belum dilengkapi toilet.
Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi juga menyampaikan supaya perekaman biometrik tersebut ditunda dulu penerapannya. ’’Supaya disiapkan dulu kantornya,’’ katanya.
Dia menjelaskan biaya untuk pengurusan perekaman biomtrik itu sekitar Rp 120 ribu per orang. Menurut dia biaya tersebut relatif tidak besar. Tetapi bagi masyarakat yang berada di daerah tertentu, ongkos untuk menuju kantor perwakilan VSF Tasheel cukup besar.
Dia mengusulkan jika perekaman biometrik itu tetap diberlakukan, bisa diupayakan beberapa solusi. Misalnya perusahaan travel yang jamaahnya banyak dan berada di daerah yang jauh dari kantor VSF Tasheel, bisa mengundang mereka untuk datang. ’’Tidak sulit karena hanya membawa komputer dan perlengkapan lainnya,’’ jelasnya.
Kemudian dia mengusulkan supaya layanan perekaman biometrik tidak dijadikan acuan atau syarat pengurus visa umrah. Sehingga kalaupun dilakukan perekaman biometrik, dilakukan di bandara jelang keberangkatan. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenag Minta Saudi Tinjau Ulang Rekam Biometrik
Redaktur : Tim Redaksi