jpnn.com, REMBANG - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di wilayah Rembang, Jawa Tengah menolak rencana revisi beleid tentang, pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Ketua APTI Rembang Sutiyo mengatakan revisi jelas semakin memberatkan petani karena posisinya berada di ujung mata rantai.
BACA JUGA: Mami Yuli Bilang, Jika tak Ingat Almarhum Olga, Billy Syahputra Pasti Sudah...
“Petani condong ke penolakan. Ketika regulasi ini keluar dan industri bereaksi dengan regulasi itu, maka yang paling ujung dan merasakan tekanannya itu petani. Petani ini di bagian bawah, selalu kena imbas,” ujar Sutiyoso.
Sutiyo mencontohkan beberapa waktu lalu ada isu kenaikan cukai, dan langsung berimbas kepada para petani, apalagi terkait rencana revisi PP 109.
BACA JUGA: Agar tak Bergantung Terus Pada Cukai Tembakau, Pemerintah Perlu Lakukan Hal ini
Pihaknya sejauh ini juga tidak dilibatkan maupun tidak mendapatkan sosialisasi mengenai rencana pemerintah tersebut.
“Petani ini sedang galau sekali. Pertama, kami ini sedang mengalami dampak dari perubahan cuaca yang cukup merugikan dari proses pertaniannya. Ditambah dengan pandemi ini, jelas semakin memberikan dampak ekonomi yang cukup dalam bagi petani,” tutur Sutiyo.
BACA JUGA: Sering Minum Alkohol? Dokter Astrid Ingatkan Hal Penting ini
Dijelaskannya, tembakau memiliki dampak yang besar sekali untuk wilayah Rembang.
Selain itu pertanian tembakau punya dampak terhadap kondisi ketenagakerjaan karena proses penanaman sampai produksi memerlukan banyak orang, yang kemudian menyerap banyak tenaga kerja.
“Jadi karena kondisi tanah di sini yang awalnya gersang, itu petani susah menanami komoditas. Hingga akhirnya ada komdoitas tembakau yang alhamdulillah mengangkat perekonomian di wilayah Rembang. Tahun lalu, Rembang jadi wilayah penyumbang cukai tertinggi ke-3 setelah Temanggung dan Kudus, dengan nilai cukainya saya dapat info itu mencapai Rp30 miliar. Itu, kan besar sekali,” kata Sutiyo.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy