jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan kembali menyampaikan penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja.
Menurutnya, pemerintah seharusnya menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu.
BACA JUGA: Buruh, Petani dan Mahasiswa Kompak Tolak Draf RUU Cipta Kerja, Fahira Idris Bilang Begini
Sebab, RUU ini ditolak oleh semua buruh dan elemen masyarakat lainnya.
Ia pun menyoroti muatan dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang tidak pro terhadap rakyat. Misalnya, hilangnya ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sebab Pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP).
BACA JUGA: Yunarto Wijaya: Peran Pimpinan MPR RI Penting di Tengah Krisis Identitas
"UMP di hampir semua provinsi lebih kecil dibandingkan UMK-nya, kecuali di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Akibatnya, upah buruh dan menjadi makin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan ketidakberpihakannya terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil," ungkap Syarief.
RUU Cipta Kerja juga membuat aturan pesangon yang kualitasnya menurun dan tanpa kepastian.
BACA JUGA: RUU HIP Diubah Menjadi RUU BPIP, Syarief Hasan: Jangan Pakai Jalan Pintas
Nilai pesangon bagi pekerja yang terkena PHK menurun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif.
“RUU ini akan makin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil. Aturan baru ini malah lebih tidak implementatif dan tidak pro rakyat,” ungkap Syarief.
Ia juga menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan.
Omnibus law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.
"Sekarang, sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Pengusaha bisa semena-mena melakukan pelanggaran karena hanya mendapatkan sanksi administratif," sesal Syarief Hasan.
Selain itu, RUU ini juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, PHK juga akan semakin dipermudah. Serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan memandang bahwa setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan rakyat.
“Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah Pemerintah bekerja untuk rakyat?,” sebut Syarief Hasan.
Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.
“Pemerintah dan DPR RI tidak boleh memanfaatkan situasi pandemi ini untuk mengesahkan UU yang tidak dinginkan karena merugikan rakyat," kata Syarief Hasan.
Ia juga mendesak pemerintah bersama DPR RI untuk lebih berfokus pada program penanggulangan pandemi Covid-19.
Mengingat, angka positif Covid-19 makin meningkat dari hari ke hari sehingga tertinggi di kawasan ASEAN. Belum adanya tanda-tanda penurunan, sehingga menuntut fokus dan prioritas pemerintah untuk menanggulangi Covid-19 dibandingkan membahas RUU Cipta Kerja dalam situasi genting saat ini.
“Pemerintah itu seharusnya hadir untuk selalu menyerap aspirasi dan pelayanan terbaik bagi rakyat, bukan makin mempersulit rakyat di tengah Pandemi Covid-19,” pungkas Syarief Hasan. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi