TPDI dan Perekat Nusantara Dorong KPU Mendiskualifikasi Gibran dari Pilpres 2024

Selasa, 06 Februari 2024 – 07:16 WIB
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus. Foto: Dok. Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus mengatakan putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggota KPU melanggar kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu pada Senin (5/2/2024).

Akibat putusan tersebut, menurut Petrus, secara moral legitimasi KPU telah mengalami kehancuran di mata publik.

BACA JUGA: KPU Melanggar Etik soal Pencalonan Gibran, KPI: Rakyat Harus Tolak Paslon 02

Petrus mendorong KPU untuk mengembalikan legitimasinya dengan membuat keputusan progresif.

Menurut Petrus, putusan tersebut dapat berimplikasi hukum kepada tidak sah dan atau batal demi hukum status pencapresan Prabowo Subianto -Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.

BACA JUGA: Pakar Hukum: Status Pendaftaran Prabowo-Gibran Konstitusional dan Legitimate

“Maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar menyatakan sebuah keputusan progresif berupa mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta pemilihan presiden dan wakil presiden 2024,” kata Petrus.

Lebih lanjut, Petrus mengatakan keputusan berikutnya yang harus dilakukan KPU, yaitu memerintahkan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mengajukan calon pengganti capres-cawapres atau pemilihan presiden 2024 tanpa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

BACA JUGA: TPDI dan Perekat Nusantara Menggugat ke PTUN Jakarta Perihal Nepotisme Dinasti Politik Jokowi

Sebab, pencalonan keduanya syarat akan berbagai pelanggaran etik, hukum dan konstitusi, termasuk merujuk putusan No.99/PUU-XXI/2023 dan Putusan MKMK No. 2/MKMK/L/ ARLTP/10/2023.

“Kemudian yang terakhir, menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 Hari terhitung sejak tanggal 14 Februari 2024 agar Partai KIM mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden pengganti, akibat diskualifikasi terhadap capres Prabowo Subianto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka,” ujar Petrus.

Dia menuturkan Gibran Rakabuming Raka tidak layak dan tidak sepatutnya menjadi cawapres 2024 mendampingi capres Prabowo Subianto karena memperoleh tiket cawapres dari KPU melalui perbuatan melanggar hukum dan melanggar etika.

“Alasan hukumnya sangat kuat, karena keputusan KPU menetapkan GRR sebagai cawapres bertentangan dengan etika dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, yang menurut UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan,” ujarnya.

Petrus menambahkan putusan DKPP ini harus dikawal pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan terhadap prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak nepotisme dibangun Jokowi.

Selain itu, juga memperhatikan opini publik yang berkembang, terutama suara para civitas akademika lintas perguruan tinggi negeri dan swasta sebagai representasi para intelektual, cendekiawan dan ilmuwan Indonesia yang netral

“Ini adalah kekuatan riil yang bergerak atas dasar rasa tangung jawab moral, etika dan hukum demi menyelamatkan Indonesia dari bahaya laten dinasti politik dan nepotisme Jokowi yang saat ini berkembang dan berdaya rusak tinggi,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari terbukti melanggar etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang didaftarkan sebagai calon wakil presiden dan mengikuti tahapan pemilihan presiden 2024.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutus Hasyim Asy'ari dan enam anggota KPU melanggar kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu, Senin (5/2/2024).

Dalam amar putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023, teradu yakni Ketua KPU Hasyim Asy'ari, dan enam anggota KPU, yaitu Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, semuanya, terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

Lebih lanjut, DKPP dalam pertimbangan dan kesimpulannya memutuskan menjatuhkan sanksi adminsitratif berupa peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari (Ketua KPU), sedangkan enam Komisoner KPU lainnya dijatuhkan sanksi adminsitratif berupa peringatan keras.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler