TPDI: Surat Ketua KPU Beri Signal Konspirasi Loloskan Calon Kepala Daerah Bermasalah

Selasa, 22 September 2020 – 23:55 WIB
Koordinator TPDI Petrus Selestinus. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyoroti Surat Ketua KPU NTT, Nomor : 308/PL 01.5-SD/53/ KPU-Prov/VII/2020, tertanggal 24 Juli 2020, Perihal Mohon Petunjuk, yang ditujukan kepada Ketua KPU RI terkait pelaksanan ketentuan pasal 40, 42 PKPU Nomor : 1 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan KPU.

“Surat yang secara khusus terkait tentang penerimaan dokumen dan meneliti pemenuhan persyaratan pencalonan dan persyaratan calon, memberi signal konspirasi dimulai dari sana,” kata Petrus Selestinus dalam keterangan persnya, Selasa (22/9/2020).

BACA JUGA: Keputusan Tidak Menunda Pilkada Dinilai Bertentangan dengan Undang-Undang

Menurut Petrus, Surat Mohon Petunjuk Ketua KPU NTT dimaksud, 1 (satu) bulan kemudian baru dijawab dengan Surat Ketua KPU RI tertanggal 26 Agustus 2020, No. : 686/PL.02. 2-SD/ 06/ KPU/VIII/2020, Perihal Penjelasan.

Substansi Surat Ketua KPU NTT kepada Ketua KPU RI dan Surat Ketua KPU RI kepada Ketua KPU NTT isinya hanya mengulang-ulang rumusan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perbuatan Tercela dan Bakal Calon yang pernah sebagai Terpidana.

BACA JUGA: Bang Emrus Sebut Pilkada 2020 Tidak Perlu Ditunda, Ini Alasannya

“Namun yang aneh dari penjelasan Arief Budiman, Ketu KPU RI adalah penjelasannya pada paragraf butir 2 dan 3 Surat Ketua KPU RI kepada Ketua KPU NTT tentang pemenuhan syarat calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan SKCK yang menerangkan bakal calon pernah/tidak pernah melakukan perbuatan tercela,” katanya.

Ada Ruang Konspirasi

BACA JUGA: Jika Pilkada 2020 Tetap Digelar, Jangan Sampai KPU Menjadi Komisi Penyiksa Umum

Petrus menilai pada butir 3 Surat Arief Budiman, Ketua KPU dimaksud dijelaskan bahwa dalam hal Kepolisian menebitkan SKCK yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan tidak pernah memiliki catatan hukum dan kriminal, maka surat tersebut dapat diterima. Namun, dalam hal surat tersebut menjelaskan bahwa yang bersangkutan memiliki catatan hukum dan kriminal, maka KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota wajib melakukan klarifikasi untuk memastikan catatan hukum dan kriminal yang dimiliki oleh bakal calon.

Pada paragraf terakhir berisi narasi "dalam hal surat tersebut menjelaskan bahwa yang bersangkutan memiliki catatan hukum dan kriminal, maka KPU Provinsi, Kabupaten atau Kota wajib melakukan klarifikasi dan seterusnya tidak terdapat narasi bahwa SKCK itu ditolak sebagai kebalikan dari SKCK yang menerangkan tidak pernah memiliki catatan hukum dan kriminal dapat diterima.

Di sini tampak ada ruang konspirasi yang dibuka oleh Ketua KPU RI, ruang yang secara melawan hukum tersedia bagi KPU Provinsi dan Kabupaten, entah dengan dalih Diskresi, atau mencari alasan pembenar atau pemaaf sekadar meloloskan bakal calon menjadi calon.

“Inilah yang dinamakan menggunakan wewenang Diskresi secara keliru dan bertentangan dengan amanat UU No. 30 Tahun 2014,” tegas Petrus.

Dalam pada itu, berhembus kabar di luar bahwa Komisioner KPU Mabar terbelah dua dalam menyikapi SKCK Calon Edistasius Endi. Ada anggota KPU yang disebut-sebut menilai SKCK Edistasius Endi termasuk Tidak Memenuhi Syarat dan ada anggota yang memilih sikap bahwa SKCK itu Memenuhi Syarat, sehingga sebuah produk hukum yang sudah memiliki kepastian hukum, bisa dimentahkan menjadi tidak pasti melalui mekanisme voting 5 orang Komisioner KPU Mabar.

Kepastian Hukum Dimentahkan

Jika ini yang terjadi, lanjut Petrus, maka inilah luar biasa, karena sesuatu hukum berupa SKCK yang sudah pasti dibuat berdasarka dokumen bukti autentik dan kebenarannya diperoleh melalui proses hukum yang telah diperkuat dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan bersumber dari UU yang dihasilkan melalui proses legislasi yang panjang, bisa dimentahkan oleh 5 orang Komisioner KPU Mabar melalui voting.

Padahal SKCK yang dilampirkan oleh Edistasius Endi, melengkapi persyaratan UU dan PKPU sebagai syarat calon, bukanlah SKCK yang standar dan kriterianya sesuai dengan ketentuan UU dan PKPU, yaitu "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" melainkan SKCK yang diserahkan itu menerangkan bahwa Bakal Calon Edistasius Endi, memiliki catatan kriminal sebagai "pernah melakukan perbuatan tercela".

Dengan demikian, maka jika SKCK ini dinyatakan memenuhi syarat, maka hal itu tidak sesuai atau bertentangan dengan:

a. Ketentuan pasal 7 ayat (2) huruf i UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gub. dan Wakil Gub. Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota mengatakan bahwa calon harus memenuhi persyaratan antara lain "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);

b. Di dalam penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf i UU No. 10 Tahun 2016, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" antara lain judi, mabuk, pemakai/pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.

c. Ketentuan pasal 42 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016, bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dab Calon Wakil Bupati dan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016.

d. Ketentuan pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) huruf b angka 4 UU No. : 10 Tahun 2016, menegaskan lagi bahwa pendaftaran pasangan calon disertai dengan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan yang meliputi antara lain "Surat Keterangan tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian"; dan

e. Ketentuan pasal 4 ayat (1) i PKPU No. 1 Tahun 2020, dengan tegas menyatakan "warga negara Indonesia dapat menjadi calon Gubernur, Bupati dstnya. dengan memenuhi persyaratan, salah satunya adalah "tidak pernah melakukan perbuatan tercela".

f. Ketentuan pasal 42 ayat (1) huruf h PKPU No. 1 Tahun 2020, menyatakan bahwa dokumen persyaratan calon yang wajib disampaikan kepada KPU Kabupaten terdiri atas (antara lain) "surat keterangan catatan kepolisian yang menerangkan bakal calon pernah/tidak pernah melakukan perbuatan tercela".

“Artinya sekalipun ada SKCK yang dilampirkan sebagai pemenuhan persyaratan administrasi, namun oleh karena SKCK itu isinya menerangkan dan memastikan bahwa Sdr. Edistasius Endi pernah melakukan perbuatan tercela", yaitu terlibat dalam kegiatan kriminal seperti tercantum pada pasal 303 ayat (1) ke-2 KUHP jo. pasal 303 bis ayat (1) ke-2 KUHP", maka KPU Mabar tidak punya pilihan lain, selain menyatakan Bakal Calon "Tidak Memenuhi Syarat" (TMS) dan digugurkan,” kata Petrus.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler