TPPO: Remaja Rela Jual Teman Sendiri demi Uang

Minggu, 14 Oktober 2018 – 06:06 WIB
Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa dibiarkan.

Saat ini telah terjadi pergeseran modus operandi dan pola jaringan pelaku TPPO. Untuk itu, semua lapisan masyarakat diimbau untuk mengetahui dan mewaspadai segala bentuk modus kejahatan ini yang mungkin saja terjadi di sekitar.

BACA JUGA: Setahun 4.249 Korban Trafficking di Jatim

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Vennetia R. Danes mengungkapkan, saat ini telah terjadi pergeseran modus operandi dan pola jaringan pelaku TPPO.

Pelaku menjadi lebih mudah melakukan TPPO dengan adanya kemajuan teknologi.

BACA JUGA: PSI Bantu Satgas TPPO Memulangkan 16 Korban Trafficking

"Modus TPPO tidak hanya terkait pekerja migran keluar negeri tetapi juga berkembang modus-modus baru. Seperti pengantin pesanan dan ‘jual teman’ di kalangan remaja, siswa, mahasiswa, dan lain-lain," ujar Vennetia.

Pola jaringan pelaku TPPO juga berkembang. Saat ini korban banyak yang beralih menjadi pelaku TPPO.

BACA JUGA: Australia Ajak Kerja Sama Indonesia Atasi Human Trafficking

Mirisnya, orang tua atau keluarga yang seharusnya sebagai pelindung berubah menjadi pelaku TPPO.

"Negara ASEAN yang semula menjadi daerah tujuan, saat ini juga berkembang menjadi daerah transit karena kemudahan memasuki negara tersebut, untuk menuju negara-negara yang seharusnya terlarang (moratorium),” ucapnya.

Vennetia menambahkan korban TPPO sebagian besar adalah perempuan dan anak. Tidak sedikit dari mereka mengalami trauma berat (fisik dan mental) serta terjerat utang sehingga menjadikan mereka dalam kondisi yang semakin rentan.

Oleh karenanya, saat ini yang menjadi tantangan adalah bagaimana agar GT PP-TPPO dapat berfungsi secara maksimal di masyarakat.

“Kami semua perlu meningkatkan komitmen dan berinovasi dalam pemberantasan TPPO seperti yang telah dilakukan di beberapa daerah," terangnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan anggaran memadai, rencana aksi dengan indikator kinerja yang terukur, didukung sistem data pelaporan yang holistik dan sistematis, serta pengawasan yang melekat.

Oleh karena itu, struktur GT PP-TPPO sebaiknya diisi lembaga operasional yang mampu bergerak secara dinamis, namun tentunya dengan arahan Kepala Daerah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pengambil kebijakan.

"Masyarakat, terutama kaum orang tua juga seharusnya meningkatkan pemahaman dan pengamanan anak-anaknya terhadap indikasi awal terjadinya TPPO karena modus dan polanya yang terus berkembang,” tutup Vennetia. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap Tambah Anggur Merah demi Tekan Human Trafficking di NTT


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler