jpnn.com - JAKARTA - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/10).
Hasil pemeriksaan TGIPF menyatakan bahwa pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI harus bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter tersebut.
BACA JUGA: Polri Gelar Rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan Tertutup, Sugeng IPW Berkomentar Tajam
"Dalam catatan kami, disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, dan sub-sub organisasinya," kata Ketua TGIPF Mahfud MD seusai menyampaikan laporan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/10).
Mahfud MD yang juga menteri koordinator politik hukum dan keamanan (menko polhukam) itu mengatakan bahwa tanggung jawab itu berdasar pada aturan-aturan resmi yang secara hukum juga bertanggung jawab moral.
BACA JUGA: Mahfud MD Ajak PDIP Dorong Peningkatan Sistem Hukum
"Karena tanggung jawab itu kalau berdasar aturan, itu tanggung jawab hukum; tetapi hukum sebagai norma sering kali tidak jelas, sering kali bisa dimanipulasi, maka naik ke asas. Tanggung jawab asas hukum itu apa? Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada; dan ini sudah terjadi, keselamatan rakyat, publik, terinjak-injak," jelas Mahfud MD.
Selain itu, terdapat pula tanggung jawab moral atas peristiwa tersebut. Mahfud mengungkapkan bahwa TGIPF memberikan catatan akhir yang kemudian digarisbawahi oleh Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Habib Aboe: Penangkapan Teddy Minahasa Pukulan Telak Bagi Polri, Jokowi Harus Ambil Langkah Serius
Menurut Mahfud, Polri diminta meneruskan penyelidikan tindak pidana terhadap orang-orang lain yang diduga kuat terlibat dan harus ikut bertanggung jawab secara pidana dalam kasus tersebut.
"TGIPF punya temuan-temuan indikasi untuk bisa didalami Polri. Adapun tanggung jawab moral dipersilakan masing-masing melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban manusia Indonesia yang berkeadaban," katanya.
Mahfud mengatakan laporan dan catatan yang dibuat TGIPF berdasarkan pada analisis dari berbagai sumber, salah satunya rekaman kamera pengawas (CCTV) dari aparat keamanan.
"Fakta kami temukan proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di TV maupun medsos (media sosial), karena kami merekonstruksi dari 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat," jelasnya.
Korban meninggal dunia, cacat, maupun kritis dipastikan terjadi akibat berdesak-desakan setelah polisi menyemprot gas air mata.
Terkait tingkat bahaya atau racun dari gas air mata itu, katanya, saat ini sedang dilakukan pemeriksaan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Akan tetapi, apa pun hasil pemeriksaan BRIN, tidak bisa mengurangi kesimpulan bahwa kematian massal terutama disebabkan oleh gas air mata," ungkap Mahfud.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap semua pemangku kepentingan dalam kasus itu, kata Mahfud, TGIPF menemukan adanya upaya saling menghindar dan melempar tanggung jawab. Menurut dia, semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak yang secara formal sah.
TGIPF sudah menyampaikan semua temuan dan rekomendasi kepada kepada Presiden Jokowi dan pemangku kepentingan terkait dalam 124 halaman laporan.
"Kami sampaikan laporan betul-betul independen sebagai laporan. Nanti, hasil laporan itu diolah Presiden untuk kebijakan keolahragaan nasional dengan melibatkan stakeholder, tentu saja yang ada menurut peraturan perundang-undangan," ujar Mahfud MD. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi