“Itu teror berbaju politik dan sekaligus merupakan pelajaran demokrasi yang amat berharga,” ujarnya di saat memimpin Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan—Jakarta, Kamis (5/2).
Yang terjadi di sana adalah tekanan fisik dan tindakan brutalIni penghinaan, pelecehan
BACA JUGA: Menkominfo Umumkan 5 Anggota BRTI Baru
Di zaman Orde Baru saja tidak ada yang seperti ituBACA JUGA: Sultan Tetap Siap Jadi Jurkam Golkar
Tidak boleh diganggu siapa punUnjuk rasa atau demonstrasi adalah hak setiap warga negara demokrasi
BACA JUGA: Bilang Tepat, Tapi Tetap Pesimis
“Tidak ada demokrasi yang tidak mengizinkan orang menyampaikan pendapatnya baik secara sendiri atau bersamaTetapi, demokrasi bukan anarki,” jelasnya.Karena itu, lanjutnya, unjuk rasa diatur undang-undang agar tujuannya tercapai dan tidak merusak serta mengganggu ketertiban yang berakibat burukIa berharap, kita menjalankan demokrasi yang taat norma dan nilai sesuai dengan kepribadian Indonesia.
Di tempat yang sama, anggota DPD Benyamin Bura melihat semangat pemekaran sudah kebablasan“Perlu diredamPemekaran boleh tetapi cara-caranya harus bijak karena pemekaran demi kesejahteraan masyarakat.”
Ginandjar mendukung agar pemekaran daerah diperketatSekalipun pembentukan Provinsi Tapanuli dibutuhkan dan didukung masyarakat tetapi tidak boleh menghalalkan berbagai cara“Yang tidak baik adalah caranya, memaksakanYang menghalalkan cara, padahal banyak cara lain kalau hanya meminta Provinsi Tapanuli cepat jadiTanpa harus memakan korban.”
Atas nama demokrasi, ujarnya, diperlukan tindakan tegas bagi pelaku dan pihak di balik aksi, serta aparat keamanan yang lalai“Biarkan hukum yang menyelesaikanHukum itu harus merata, baik kepada yang melakukan tindakan langsung atau tidak langsung.”
Penyakit Jantung Bukan Penyebab
Menyikapi opini pihak kepolisian yang menegaskan wafatnya Abdul Aziz Angkat karena penyakit jantung, Ginandjar justru menuding tragedi tersebut sebagai kelalaian pihak kepolisian daerah untuk mengamankan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya.
“Tetapi, yang terjadi di Medan justru bertentanganTidak nampak pengamanan yang memadai kepada Ketua DPRDPadahal, indikasi aksi massa telah diketahui sebelumnyaSeharusnya, aparat keamanan mengantisipasinya,” ujar Ginandjar.
Menurutnya, tindakan serupa tidak boleh menimpa pejabat negara lainnyaKetua DPRD seperti juga Ketua DPD, Ketua DPR, Ketua MPR, anggota-anggota DPRD/DPD/DPR, Ketua MA, MK, dan hakim-hakim agung, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah pejabat negara.
Pejabat negara yang satu dengan pejabat negara yang lainnya harus mendapat pengamanan meskipun derajatnya berbedaTentunya, prosedur pengamanannya pun tidak sama“Buat saya, tidak perlu dua pengawal di depan dan dua pengawal di belakang, misalnyaTidak perlu berbaris-baris pasukan,” jelasnya
Ketua dan anggota DPRD pun harus mendapat pengamanan selama bertugas“Termasuk kita yang juga membahas pemekaran daerahKalau kita bertugas di daerah-daerah, mungkin kita akan diintimidasi atau menghadapi pro dan kontraJadi, di mana kita bertugas harus ada perlindunganHarus ditetapkan prosedurnya.” (Fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karen Agustiawan Dirut Pertamina yang Baru
Redaktur : Tim Redaksi