Trah Paku Alam, Antara Daendels dan Raffles

Minggu, 22 November 2015 – 17:59 WIB
Paku Alam II, 1870. Foto: Dok. KITLV.

jpnn.com - TRAH Paku Alam bermula ketika kekuasaan Belanda di Jawa diambil alih Inggris. 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Misteri Cincin Bob Marley

Pangeran Notokusumo muak. Sultan Hamengkubuwono II yang tak lain kakak kandungnya, dinilai semakin memusuhi siapa pun. 

Raden Mas Sundara (HB II), sebagaimana ditulis Soekanto dalam buku Sekitar Jogjakarta: 1755-1852 (Perdjanjian Gianti-Perang Dipanegara), "memiliki pembawaan yang lincah, tetapi tak mempercayai orang lain, kikir, amat keras hati." 

BACA JUGA: Hikayat Syech Albar, Ayah Rockstar Ahmad Albar Perintis Musik Dangdut

Menurut Soekanto, ini berbeda dengan ayahnya Sultan Hamengkubowono I yang punya pribadi kuat, berwibawa dan berbudi pekerti.

Karena itulah, suasana Keraton yang relatif stabil semasa HB I, mulai penuh intrik di zaman HB II. 

BACA JUGA: DISERSI…Tentara Perang Dunia 2 Ini Lantas Menculik Bung Karno

Intrik ini dimanfaatkan oleh Gubernur Jenderal Daendels. Pada 1810, HB II yang "anti-asing" dipaksa turun tahta dan digantikan oleh putranya, Pangeran Adipati Anom Hamengku Negoro (HB III). 

Rupanya, Pangeran Notokusumo, "juga tidak senang dengan kepada kemenakannya yang jadi raja dengan dukungan Daendels," tulis Budiawan dalam Anak Bangsawan Bertukar Jalan.

Sejak itulah, sebagaimana ditulis M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia, Pangeran Notokusumo ingin memerdekakan diri dan terpisah dari kuasa raja.  

Akhir September, Sultan Sepuh (HB II) kembali merebut tahta dari anaknya dengan cara kekerasan.   

Sementara itu di Eropa…

"Tanah jajahan Belanda di Hindia Timur diserahkan kepada Inggris selama negeri Belanda diduduki Perancis," begitu bunyi perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Belanda yang diteken di London.

Hanya saja, Daendels yang diangkat langsung oleh Louis Napoleon, adik kandung Napoleon Bonaparte, tidak begitu saja menyerahkan kekuasaannya kepada Raffles.

Konsesi 

Dua pekan lamanya serdadu Inggris  bertempur sebelum merebut Jawa. Dalam pertempuran itu, Pangeran Notokusumo berada di pihak Raffles. 

Sebagai penguasa baru, Inggris membuang HB II ke Penang. Dan kembali mendudukkan Adipati Anom menjadi HB III.

Atas jasanya, Pangeran Notokusumo dinobatkan sebagai Pangeran Merdeka pada 29 Juni 1812 di dalam keraton. 

Setelah dinobatkan, ia bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam. 

Pun demikian, ia baru resmi menjadi Paku Alam I setelah tanggal 17 Maret 1813. 

Hari itu ditandatangani semacam kontrak politik antara Inggris yang diwakili John Crawford (mendapat mandat dari Raffles) dengan Pangeran Notokusumo. 

Sejak itulah Pakualaman resmi berdiri. Wilayah kekuasaannya seluas 4.000 cacah meliputi sebagian Yogyakarta. 

Kepadanya, Inggris juga memberikan tunjangan bulanan sebesar 750 real seumur hidup. 

Legiun Dragonders

Sebagai imbalan atas "budi baik" Inggris, Paku Alam I harus membentuk dan memelihara sepasukan angkatan perang.

Korps tersebut diberi nama Legiun Dragonders. Jumlah anggotanya 100 orang yang tugas utamanya menjaga kepentingan Inggris.

Di luar itu, Paku Alam I tidak boleh membentuk, memelihara dan mengerahkan pasukan militer. 

Pasal-pasal dalam kontrak politik itu, sebagaimana disimpulkan Budiawan, meski dinobatkan sebagai Pangeran Merdeka, sebenarnya Paku Alam I sama sekali tak merdeka.

"Benar ia telah terlepas dari Kesultanan Yogyakarta, namun sepenuhnya ia di bawah kendali Inggris," tulis Budiawan. 

Paku Alam I bertahta hingga 1829. Ia digantikan putranya Pangeran Notodiningrat (Paku Alam II).

Ketika kolonialisme Belanda kembali menguasai tanah Jawa, turun-temurun trah Paku Alam tetap dikontrol ketat penguasa asing. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Balik Foto Bung Karno Dengan Para Wanita Ini, Ada Cerita...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler