Transaksi Flazz BCA Mencapai Rp 50 Miliar

Senin, 17 Oktober 2016 – 03:26 WIB
Ilustrasi. Foto: Ist

jpnn.com - BANDUNG – Kebijakan amnesti pajak berimbas pada kinerja perbankan yang beraset minim.

Perbankan yang termasuk kategori bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan BUKU II mengalami pengetatan likuiditas.

BACA JUGA: Ini Spesifikasi Reklame Rokok yang Dilarang

Sebab, banyak simpanan nasabah yang dicairkan untuk membayar tebusan pajak.

’’Kalau bank-bank besar, tidak masalah. Hanya, bank menengah dan kecil memang mengalami kesulitan likuiditas. Sebab, banyak nasabah yang membayar uang tebusan amnesti pajak,’’ kata Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual dalam temu wartawan di Bandung akhir pekan lalu.

BACA JUGA: Pengusaha Minta Keran Ekspor Bauksit Dibuka

Keringnya likuiditas disebabkan gencarnya penerbitan obligasi negara untuk menutupi kebutuhan anggaran belanja.

Surat utang pemerintah dengan bunga tujuh persen lebih menarik daripada bunga deposito yang ditawarkan bank. ’’Dana perbankan pindah ke obligasi pemerintah,” terangnya.

BACA JUGA: Telkom Makin Fokus Garap 7 Bisnis Digital

Keringnya likuiditas ditambah perlambatan kondisi perekonomian membuat rasio kredit bermasalah (non-performing loan) meningkat.

Untuk mengatasi persoalan keringnya likuiditas, perbankan berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berkoordinasi.

’’Selama ini banyak masalah yang dipicu kurang koordinasi antara pemerintah dan BI,’’ terangnya.

Untuk menambah likuiditas, David menyarankan perbankan memanfaatkan fasilitas lending facility (LF) dari Bank Indonesia.

Apalagi, sejak 22 September lalu, BI menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) 25 bps dari 5,25 persen menjadi 5,00 persen.

Dengan demikian, suku bunga deposit facility (DF) menjadi 4,25 persen dan LF menjadi 5,75 persen.

’’Kalau sewaktu-waktu bunga di PUAB (pasar uang antarbank, Red) tinggi, bisa ke situ (LF) di BI. Hal itu sebenarnya masalah biasa, tapi suka dikaitkan dengan, wah, itu ada masalah likuiditas. Padahal, kalau sewaktu-waktu menggunakan (fasilitas pinjaman BI), itu nggak apa-apa,’’ jelasnya.

Sejauh ini BI sudah melakukan intervensi Rp 75 triliun untuk menambah likuditas di pasar.

Dengan intervensi BI tersebut, David berharap kondisi likuiditas perbankan dapat terjaga dengan aman hingga akhir tahun.

Sementara itu, BCA mencatat pertumbuhan transaksi uang elektronik. Penggunaan kartu Flazz BCA kini mencapai sepuluh juta transaksi per bulan dengan total nilai Rp 50 miliar. Sebanyak 60–70 persen transaksi digunakan untuk transportasi umum, tol, dan parkir.

Kepala Biro Pengembangan Bisnis I Grup Business Card BCA Sinta Handayani menyatakan, pengguna Flazz BCA bertumbuh 20–30 persen per tahun. Saat ini 9,5 juta unit kartu Flazz beredar dan digunakan di 22 kota. (dee/c16/noe/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Indonesia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Melambat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler