Transaksi Keuangan Mencurigakan di Sumsel Ranking 7 Nasional

Jumat, 05 Oktober 2018 – 23:01 WIB
Ilustrasi. Foto: sumeks

jpnn.com, PALEMBANG - Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ternyata cukup tinggi. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tercatat ada 6.431 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau 1,87 persen yang berasal dari Sumsel. 

Hal ini diungkapkan Direktur Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat PPATK, Muhammad Salman, pada In House Training di Ballroom Hotel Aston, Rabu (3/10). “LTKM di Sumsel cukup tinggi dan banyak,” katanya. 

BACA JUGA: Hantam Truk Bermuatan Besi, Pemotor Tewas dengan Mengenaskan

Berdasarkan data, sejak 2003 hingga 2018, total LTKM mencapai 408.008 dari seluruh Indonesia. Dan pascaditetapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) menjadi 344.146 LTKM. “Di Sumsel sendiri mencapai ribuan transaksi mencurigakan. Bahkan Sumsel berada di urutan ke-7 dari seluruh Indonesia. Paling tinggi DKI Jakarta,’ tandasnya. 

Dikatakannya, TPPU setiap tahun meningkat. Pada 2014 tercatat ada 899 kasus, pada 2015 (901 kasus), 2016 (1.174 kasus), dan 2017 (1.321 kasus) dengan l total transaksi mencapai Rp1,56 triliun. Sedangkan nominal transaksi tertinggi untuk sekali transaksi mencapai Rp58,750 miliar. “Transaksi ini mayoritas banyak dilakukan dan ditemukan di bank umum dengan locus-nya paling banyak di Palembang, Lubuklinggau, dan OKI,” paparnya.

BACA JUGA: Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Murah, DPRA Menyurati Jokowi

Mayoritas terlapor LTKM dilakukan oleh pengusaha, swasta, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, pedagang, dan ibu rumah tangga (IRT). “Bahkan, transaksi paling menarik, ada pelajar melakukan transaksi dan punya tabungan cukup banyak,” ucapnya. 

Kemudian, lanjut dia, LTKM yang ditujukan kepada penyidik di Sumsel dan berlangsung di Sumsel, yakni hasil analisa (HA) ada 26 LTKM. Sedangkan berdasarkan Informasi ada 11 LTKM. Total ada 33 LTKM.

BACA JUGA: Berkaca dari Palu, Bupati Usul Bandara Alternatif ke Jokowi

Di mana indikasi LTKM ini berasal dari korupsi, korupsi dan TTPU, penipuan atau penggelapan, hingga pelanggaran dana kampanye. Informasi ini berasal dari Polda Sumsel, KPK, Banwaslu, Bareskrim Polri dan BNN.

“Kalau dari data, tidak ada yang berasal Kajati maupun Kajari. Saya tidak tahu memang tidak ada kasus yang masuk dan diungkapkan atau memang datanya tidak masuk,” sebutnya.   

Lebih jauh dikatakannya, ada beberapa kriteria yang termasuk LTKM. Seperti pola transaksi menyimpang dari profil atau kebiasaan, patut diduga untuk menghindari laporan, atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga menggunakan hasil dari tindak pidana, dan karena diduga harta berasal dari tindak pidana.

Selain itu, sebut dia, pihaknya tidak melakukan investigasi. Tetapi melakukan pemeriksaan jika ada permintaan. Mulai dari informasi dan media hingga laporan dari masyarakat sehingga nampak terjadi transaksi mencurigakan.

“Kami tidak memanggil tetapi hanya membantu penegakan,” tandasnya. 

PPATK juga, ungkap M Salman, bekerja sama dengan pihak luar negeri (internasional) untuk mengungkap indikasi LTKM. Sebab tak sedikit yang menaruh asetnya di luar negeri. “Ada aturan internasional yang membuat kebijakan dimana semua negara harus menyetujui adanya kebijakan kerjasama ini,’ ucapnya.

Selain itu, pihaknya pula bekerja sama dengan instansi lain mulai dari pertukaran informasi, penelitian bersama, audit bersama dan lainnya. “Saat ini arah kebijakan pada penegakan hukum terhadap TPPU, memiskinkan terdakwanya. Sehingga mampu mengembalikan kerugian negara,” tukasnya.

Sementara itu, Kajati Sumsel, Ali Mukartono mengakui, perkara TPPU yang ditangani jaksa di Sumsel sangat sedikit. Padahal jumlah LTKM yang ada di Sumsel cukup banyak. “Berbagai kendala yang dihadapi. Makanya kami gelar pelatihan  ini untuk menyamakan persepsi guna mengali kendala dan mengatasi,” katanya.

Selain itu, ungkap dia, diharapkan ada peningkatan kemampuan dan kompetensi para jaksa untuk menghadapi kasus TPPU.

“Selama ini para jaksa ragu karena UU yang ada multitafsir. Putusan pengadilan pun yang diharapkan dapat memberi solusi ternyata tidak bisa. Tapi itu tidak boleh jadi penghalang. Ini kan hukum acara sehingga dapat dilakukan dengan berbuat,” tandasnya seraya menambahkan, pihak akan melakukan indentifikasi.

Sebab tidak semua termasuk wewenang pihaknya. "Yang jadi kewajiban kami itu adalah TPPU yang berasal  tindak pidana korupsi,” tukasnya. (yun/ce1) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kabar Adopsi Anak Korban Gempa Itu Cuma Hoaks!


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler