jpnn.com, JAKARTA - Pembatasan kuota transportasi berbasis aplikasi (online) oleh pemerintah berpotensi menciptakan tambahan pengangguran baru selain merugikan konsumen.
Selama ini, keberadaan bisnis angkutan berbasis aplikasi turut menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.
BACA JUGA: Deddy Mizwar: Saya Tak mau Cari Nafkah Dengan Membunuh
Sosiolog Musni Umar menyatakan bisnis transportasi berbasis aplikasi menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat. Karena itu, pemberian kuota dianggap bisa mengurangi lapangan pekerjaan yang selama ini sudah dinikmati oleh masyarakat.
“Padahal pemerintah sendiri yang terus berusaha membuka lapangan pekerjaan,” kata Musni kepada wartawan, Senin (27/3).
BACA JUGA: Pengamat Transportasi: PM 32 Sudah Mengakomodir
Keberadaan transportasi online turut meningkatkan kesejahteraan pengemudi dan keluarganya. Pembatasan kuota justru akan berpeluang membuat mereka kehilangan pendapatan yang berimbas pada penurunan daya beli.
Data Badan Pusat Statistik mencatat pada Agustus 2016 jumlah penduduk bekerja meningkat 3,59 juta orang dibandingkan Agustus 2015. Adapun jumlah pengangguran turun 530 ribu orang.
BACA JUGA: Menhub Sosialisasikan PM.32 Tahun 2016 di Tangerang
Kenaikan jumlah tenaga kerja terutama di sektor Jasa Kemasyarakatan 1,52 juta orang (8,47 persen), Perdagangan 1,01 juta orang (3,93 persen), serta sektor Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi 500 ribu orang (9,78 persen).
Melihat data itu, sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja dengan pertumbuhan tertinggi.
Pembatasan kuota transportasi online merupakan salah satu butir revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dilakukan pemerintah.
Ketentuan ini dinilai akan menganggu mekanisme pasar dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Musni menegaskan, transportasi online masih sangat dibutuhkan masyarakat. Selain memudahkan akses transportasi masyarakat, keberadaan transportasi online juga menjadi mata pencaharian utama bagi pengemudinya.
Apalagi sebagian besar pengemudi transportasi online merupakan masyarakat yang berada dalam status usia produktif. “Pemerintah justru harus mencari solusinya karena transportasi online ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat,” kata Musni.
Sejumlah pengemudi transportasi online yang ditemui di lapangan juga meminta pemerintah turut memperhatikan nasib mereka. Menurutnya, berbagai aturan yang membatasi ruang gerak bisnis transportasi online akan merugikan mereka.
Selama ini keberadaan bisnis transportasi online turut membantu meningkatkan pendapatan. Sebab, bagi para mitranya, bisnis ini lebih mudah dan fleksibel.
Azas Tigor Nainggolan, Pengamat Transportasi menyarankan pemerintah mendorong kolaborasi antara transportasi online dengan konvensional. Mekanisme ini dinilai akan menjadi solusi terhadap polemik yang terjadi saat ini.
Pemerintah juga tidak perlu mengatur berbagai hal yang tidak perlu. Yang terpenting saat ini adalah pengaturan standard pelayanan minimum yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Standard ini pun harus diatur secara nasional dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pepen: Alhamdulillah Tidak Sampai Adu Jotos
Redaktur & Reporter : Adil