Syahril Luthfi, 36 tahun, pernah menemukan sebuah artikel online yang menyebut riba adalah "berdosa puluhan kali lipat dari melakukan perzinahan dengan ibu sendiri".
Sejak itu ia semakin yakin untuk berhenti dari pekerjaannya di sebuah bank konvensional dan pindah ke lembaga pinjaman uang berbasis syariah.
BACA JUGA: Kita Sudah Hadapi SARS, MERS, COVID-19, Pandemi Apa yang Akan Muncul Selanjutnya?
Kekhawatiran soal bekerja di bank yang melibatkan riba membuat terbentuknya banyak kelompok online yang memberikan dukungan bagi para pekerja bank.
Salah satunya adalah XBank Indonesia, yang memiliki 25 ribu anggota aktif di WhatsApp dan setengah juta pengikut di Instagram.
BACA JUGA: Izin Tinggal untuk Manusia Perahu Sri Lanka Dikhawatirkan Memicu Penyelundupan Manusia
Ketuanya, El Chandra, mengatakan dalam sebuah email jika komunitas tersebut didirikan pada tahun 2017 untuk mendukung mereka yang menghadapi tantangan untuk berhenti dari pekerjaan yang secara finansial menopang kehidupan mereka, tetapi tidak islami.
"Memutuskan berhenti dari pekerjaan yang sarat riba tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipertimbangkan," kata Chandra.
BACA JUGA: Australia Direpotkan Wabah-Wabah Kecil yang Terus Muncul
Chandra juga mengaku jika sebagian orang telah menyebut mereka yang berhenti bekerja dari bank sebagai "orang bodoh" atau "radikal". Masih ada perdebatan soal dosa
Meningkatnya gerakan hijrah di Indonesia telah membuat banyak pekerja bank meninggalkan pekerjaan mereka.
Sejumlah pekerja lainnya mengatakan hal ini dikarenakan semakin konservatifnya mereka dan membuat masalah perekrutan untuk bank konvensional, tapi keuntungan bagi sektor keuangan syariah di Indonesia.
Tren ini muncul di tengah perubahan sosial didorong oleh jutaan pemuda Muslim yang 'lahir kembali' lewat hijrah dengan pemahaman Islam yang lebih ketat dari sebelumnya.
Kantor berita Reuters berbicara kepada puluhan narasumber dari dunia industri tentang bagaimana kekhawatiran tentang hukum Islam yang melarang pembayaran bunga yang mengeksploitasi konsumennya, dikenal sebagai "riba", di sektor keuangan Indonesia.
Sejak 2018, perekrutan bank dan perusahaan 'fintech' dalam platform pinjaman 'peer-to-peer', pembayaran, dan investasi menjadi lebih sulit, kata Rini Kusumawardhani, seorang perekrut sektor keuangan di Robert Walters Indonesia.
"Secara hitungan kasar, 15 dari 50 kandidat akan menolak pekerjaan di bidang perbankan konvensional dan pinjaman peer-to-peer, katanya kepada Reuters.
"Alasan mereka cukup jelas. Mereka ingin menghindari riba."
Para cendikiawan Islam tidak semuanya sepakat tentang apa yang dimaksud dengan riba.
Beberapa orang mengatakan bunga pinjaman bank adalah sebuah contoh riba, tetapi yang lain mengatakan meski pun pinjaman harus dihindari, mereka tidak berdosa.
“Begitu lumrah stigma jika pinjaman identik dengan riba,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar ekonomi syariah pada awal tahun ini.
"Tapi pinjaman diperbolehkan dalam Al-Qur'an asalkan diambil dengan hati-hati dan dicatat dengan benar." Jumlah tabungan syariah meningkat
Perbankan syariah menyumbang lebih dari 6 persen dari sekitar $634 miliar, atau Rp 9.163 triliun aset di industri perbankan Indonesia.
Tapi perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir.
Tabungan di bank syariah melonjak 80 persen dari akhir 2018 hingga Maret 2021, melampaui pertumbuhan 18 persen di bank konvensional, sementara jumlah pinjaman juga tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan pinjaman konvensional.
Berapa banyak orang yang sudah keluar dari bank konvensional di Indonesia memang tidak diketahui pasti.
Tapi data statistik menunjukkan penurunan lapangan kerja terjadi secara perlahan, tetapi bisa juga akibat digitalisasi pekerjaannya atau PHK terkait pandemi virus corona.
Menurut data Pemerintah Indonesia, pada Februari lalu, secara keseluruhan ada 1,5 juta orang yang bekerja di bidang keuangan dengan gaji rata-rata mereka adalah yang tertinggi ketiga di Indonesia.
Sektor ini mempekerjakan 1,7 juta orang pada tahun 2018. Keuangan syariah jadi bisnis baru
Sunarso, Presiden Direktur Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui memang banyak orang yang telah meninggalkan pekerjaan di lembaga keuangan tempat dia bekerja karena alasan agama.
Namun, ia memandang tren hijrah sebagai peluang untuk lembaga keuangan syariah.
Ia menjelaskan tren ini ikut menentukan keputusan untuk menggabungkan unit perbankan syariah BRI dan dua pemberi pinjaman yang dikendalikan negara lainnya pada bulan Februari.
Mereka membentuk pemberi pinjaman syariah terbesar di Indonesia saat ini, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI).
Kepala eksekutif BSI, Hery Gunardi mengatakan kepada Reuters jika pihaknya berencana untuk melayani komunitas milenium yang lebih religius yang ingin menggandakan aset kekayaannya.
Di sektor 'fintech', beberapa perusahaan juga sudah merintis untuk lebih selaras dengan ajaran Islam, agar ikut mendapatkan bagian yang lebih besar dari ekonomi berbasis internet dengan nilai multi-miliar dolar di Indonesia.
Dima Djani, pendiri startup pinjaman syariah ALAMI, mengharapkan produk keuangan syariah benar-benar akan melesat dalam dua hingga tiga tahun seiring dengan semakin matangnya gerakan hijrah.
Gerakan ini berdampak pada "gaya hidup, penampilan, makanan, dan perjalanan" warga Muslim di Indonesia setelah mereka belajar lebih banyak tentang Islam.
"Tetapi pada akhirnya, seiring dengan proses belajar dan perubahan perilaku mereka yang terus berjalan ... mereka akan mengubah keuangan mereka," tambah Dima, yang sebelumnya bekerja di bank asing.
Dia mengatakan karena permintaan sistem keuangan syariah yang tinggi, ia berencana untuk memperluas ALAMI menjadi bank digital syariah pada akhir tahun ini.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa
ABC Indonesia / Reuters
BACA ARTIKEL LAINNYA... Visa Australia Bagi Pekerja Pertanian Asal ASEAN Dapat Berujung Eksplotasi Massal