jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas (plt) Kepala Badan Pangan Obat dan Makanan (BPOM) Rizka Andalucia mengatakan tren ancaman penyakit di Indonesia bergeser dari penyakit menular menjadi tidak menular.
Menurut Rizka, Indonesia saat ini diintai oleh berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh pangan yang mengandung berbagai zat berbahaya.
BACA JUGA: Hati-Hati, BPOM Sebut Kadar Bromat dalam Air Minum Tak Boleh Melebihi Ambang Batas
Salah satu penyebab kemunculan penyakit tersebut karena beredarnya pangan yang tidak aman di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, BPOM mengingatkan masyarakat memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi.
BACA JUGA: Kunjungi Kantor Daewoong, BPOM Dorong Pengembangan Talenta Muda di Bidang Farmasi
“Kami mengedukasi kepada masyarakat untuk memilih makanan yang aman. Di mana makanan yang aman tersebut kita sudah evaluasi dan mendapatkan izin edar dari Badan POM bahwa dia tidak menggunakan bahan tambahan makanan yang sifatnya tidak aman buat dikonsumsi manusia,” kata Rizka dikutip Minggu (7/7).
Rizka menyebut banyak pangan yang beredar ini mengandung berbagai zat berbahaya. Salah satunya adalah zat karsinogenik yang dapat meningkatkan risiko kanker masyarakat.
“Mulai dari bahan-bahan tambahan pangan yang tidak aman yang bersifat karsinogenik, yang membahayakan buat kesehatan kita,” ucap Rizka.
Rizka mencontohkan salah satu kasus terbaru terjadi keracunan massal yang menimpa 16 siswa SDN Cidadap I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi pada bulan mei lalu.
Para siswa mengalami pusing, mual dan muntah usai membeli snack asal China bermerek 'Hot Spicy Latiru dan Latiao Strips'. Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium Kesehatan dan Klinik Kesehatan Daerah (Labkesda) Kabupaten Sukabumi snack tersebut mengandung bakteri mikrobiologi di atas batas aman yakni 11.727 koloni per gram.
Kandungan tersebut melampaui batas syarat Peraturan Kepala BPOM Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan yakni 10.000-100.000 koloni per gram.
Kasus serupa juga terjadi di Sukabumi di mana 28 siswa asal Sukabumi mengalami keracunan usai menyantap jajanan bermerek Daya pada Februari lalu. Seusai mengonsumsi jajanan China tersebut, puluhan siswa dari SDN Nangewer pelajar MI Nangewer mengalami mual bahkan pingsan. Atas kejadian tersebut, polisi pun mengamankan pedagang jajanan tersebut.
Ketiga jajanan tersebut yakni Hot Spicy Latiru, Latiao Strips dan Daya Latio Rib tersebut merupakan snack yang berasal dari China. Berdasarkan penelusuran di situs LPPOM MUI, ketiga jajanan tersebut tidak ada satupun yang terdaftar dengan sertifikasi halal.
Seperti diketahui, jika Indonesia kebobolan dalam menangani produk pangan berbahaya dari China, Singapura justru selangkah lebih maju untuk mengantisipasinya pangan China berbahaya.
Pada Mei 2024, Badan Pangan Singapura (SFA) menarik peredaran produk kacang impor buatan China bermerek Xiyuguoyuan Xinjiang Paper Roasted Walnut ukuran kemasan 500 gram dan 1 kg. Produk yang ditarik mengandung bahan pemanis buatan siklamat dan asesulfam-K dalam kadar tinggi di luar batas aman.
Produk pangan dari China kerap disorot karena berkali-kali ditemukan zat kimia dalam kandungannya. Salah satu yang paling membuat gempar adalah skandal susu China pada 2008.
Saat itu, zat kimia melamin banyak mengandung melamin dari berbagai produsen susu. Kasus itu pun menelan 300 ribu korban, di mana 54 ribu korban dilarikan ke rumah sakit dan enam bayi telah tewas akibat gagal ginjal.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul