Trump Bersih-Bersih Pejabat Kritis, Eropa Pusing

Kamis, 15 Maret 2018 – 08:13 WIB
Presiden Donald Trump di Sidang Umum PBB. Foto: AFP

jpnn.com, WASHINGTON - Bagi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rex Tillerson adalah orang yang menyenangkan. Namun, mereka tak selalu seiring sejalan.

Padahal, untuk merealisasikan dialog penting dengan Korea Utara (Korut) Mei mendatang, dia membutuhkan tim yang solid.

BACA JUGA: Dipecat dari Kabinet, Ternyata Sering Menghina Trump

Itulah alasan Trump menendang Tillerson dari kursi menteri luar negeri.

’’Salah satu tugas terpenting menteri luar negeri adalah menjelaskan segala kebijakan dan prioritas presiden kepada dunia luas,’’ kata senator Lindsey Graham dalam jumpa pers pasca pemecatan Tillerson, Rabu (14/3).

BACA JUGA: Trump Blokir Pembelian Broadcom ke Qualcomm, Takut Bersaing?

Dan, definisi itu memang tidak cocok disematkan kepada Tillerson. Selama sekitar 14 bulan menjadi Menlu, mantan bos ExxonMobil itu lebih sering berselisih paham dengan Trump yang notabene adalah bosnya.

Di sisi lain, Tillerson bukanlah menteri yang senang berjumpa media. Dalam jumpa pers, dia cenderung pelit berkomentar. Menurut Graham, sikap tersebut membuat citra pemerintahan Trump tidak baik.

BACA JUGA: Ini Slogan Kampanye Trump untuk 2020, PD Banget!

Maka, menggantikan Tillerson dengan orang lain yang lebih tepat adalah solusi terbaik. Selasa lalu Trump mengumumkan keputusan tersebut dan membuat Tillerson terkejut karena tidak dikabari sebelumnya.

Kendati demikian, Tillerson mengiyakan saja keputusan sang presiden. Dalam jumpa pers pertamanya setelah dipecat dari kabinet Trump, politikus sekaligus pebisnis itu memperingatkan publik soal Rusia.

’’Masih banyak yang harus dilakukan untuk menjelaskan gangguan pemerintah Rusia. Jika perilaku itu terus dilanjutkan, Rusia akan kian terisolasi. Dan, tidak ada yang menginginkan itu,’’ katanya kepada BBC.

Sebagaimana dipaparkan Trump dalam cuitannya Selasa lalu, posisi Tillerson bakal digantikan oleh Mike Pompeo. Tapi, Pompeo yang kini masih menjabat direktur CIA akan resmi menggantikan Tillerson pada 31 Maret.

Serah terima jabatan memang baru berlangsung pada akhir bulan. Namun, sejak publikasi Trump lewat Twitter itu, Tillerson tidak berhak lagi memimpin Departemen Luar Negeri. Sampai Pompeo menjabat, segala urusan departemen menjadi tanggung jawab John Sullivan, wakil Menlu.

Jika Trump yakin kabinetnya makin solid dengan kehadiran Pompeo, pikiran sebaliknya muncul di negara-negara sekutu AS di Eropa.

’’Pejabat-pejabat AS yang kini bernegosiasi dengan Eropa akan mendapatkan arahan yang jauh lebih agresif di bawah komando Pompeo,’’ ujar Richard Nephew, mantan staf Gedung Putih sekaligus pejabat Departemen Luar Negeri di era Barack Obama, kepada Reuters.

Menurut seorang diplomat Eropa, kehadiran Pompeo akan meningkatkan kadar ambisi pemerintahan Trump. ’’Kini semuanya terserah pada Trump. Hanya dia yang penting dalam setiap negosiasi dengan AS nanti,’’ kata diplomat yang merahasiakan namanya tersebut.

Seorang diplomat Eropa lainnya mengungkapkan, mulai sekarang AS jelas hanya menghendaki negosiasi yang menguntungkan mereka.

Selasa lalu Trump mengatakan bahwa posisi yang ditinggalkan Pompeo bakal diisi Gina Haspel. Dia akan menjadi perempuan pertama yang menjabat direktur CIA.

Kendati promosi jabatan dari posisi wakil direktur menjadi direktur CIA dipastikan mulus, Haspel tetap harus menunggu restu Senat AS. Sama seperti Pompeo, Haspel juga baru menjabat setelah Senat AS memberi lampu hijau.

Jika Senat AS merestui, Haspel aman menjadi pemimpin tertinggi CIA. Di lembaga itu, perempuan 61 tahun tersebut pernah menjadi buah bibir.

Yakni saat namanya disebut-sebut sebagai penanggung jawab penjara rahasia CIA di Thailand. Di penjara rahasia itulah praktik waterboarding dan interogasi yang melibatkan kekerasan fisik terjadi pada 2002.

Sumber CNN dalam pemerintahan Trump menyatakan bahwa pemecatan oleh Trump dan perubahan kepemimpinan CIA itu bukanlah tambal sulam yang terakhir.

Pekan ini, menurut dia, taipan 71 tahun itu masih akan merombak pemerintahannya. Target berikutnya adalah Gedung Putih. Kabarnya, H.R. McMaster, David Shulkin, dan John Kelly menjadi sasaran berikutnya. (hep/c19/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Palestina Tolak Mentah-Mentah Undangan Amerika


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler