jpnn.com, WASHINGTON - Untuk kali keempat, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan penilaiannya terhadap Iran terkait kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Dalam tiga laporan sebelumnya, taipan 71 tahun itu menyebutkan bahwa Iran masih berkomitmen pada kesepakatan tersebut. Namun, kali ini, Trump dikabarkan mengakhiri kesepakatan itu.
BACA JUGA: Kongres Akan Buka Iklan Facebook Pesanan Rusia di Pilpres AS
Menghapus JCPOA menjadi ambisi presiden ke-45 AS tersebut sejak masa kampanye pemilihan presiden (pilpres). Dini hari kemarin, Sabtu (14/10), Trump menyampaikan pendapatnya tentang JCPOA di hadapan parlemen.
Sebelumnya, dia menilai kesepakatan yang diteken mantan Presiden Barack Obama itu sebagai kesalahan besar. Menurut Trump, kesepakatan tersebut tidak mewadahi kepentingan nasional AS.
BACA JUGA: Gol Kontroversial Panama Bikin Amerika Serikat Berduka
’’Presiden Trump akan meminta parlemen merumuskan persyaratan-persyaratan baru yang lebih tegas bagi Teheran agar AS mendapat manfaat dari kesepakatan nuklir Iran,’’ kata salah seorang pejabat Gedung Putih yang merahasiakan namanya.
Kepada Associated Press, dia mengatakan bahwa Trump tidak benar-benar mencabut kesepakatan itu. Dia menjamin bahwa AS tidak akan mundur dari kesepakatan tersebut.
BACA JUGA: Jasa-Jasa Kurdi yang Dilupakan Washington
Menurut orang-orang dekat Trump, suami Melania itu tidak hanya berfokus pada nuklir Iran. Dalam laporan rutin per 90 hari tersebut, sang presiden membahas beberapa hal lain terkait keamanan, tapi bukan tentang nuklir.
Salah satunya adalah dukungan Iran terhadap kelompok Hizbullah dari Lebanon dan kelompok-kelompok ekstrem kiri lainnya.
Garda Revolusi juga menjadi topik penting yang dibahas Trump dalam pidatonya. ’’Presiden Trump sepertinya akan benar-benar menjatuhkan sanksi terhadap Korps Garda Revolusi Iran (Iran’s Revolutionary Guard Corps atau IRGC),’’ ujar salah seorang pejabat intelijen Gedung Putih.
Di mata Trump, IRGC adalah organisasi teror yang dipelihara pemerintah Iran. ’’Sikap sembrono rezim Iran, khususnya IRGC, bisa menjadi ancaman keamanan yang serius bagi kawasan regional.’’ Demikian pernyataan resmi Gedung Putih yang dirilis menjelang pidato Trump.
Sayang, dalam pernyataan itu, tidak disebutkan jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada Iran. Sangat mungkin AS menerapkan sanksi lama terhadap Iran.
Sementara itu, Iran mengaku siap mereaksi keputusan Trump soal nuklir. ’’Jika menghentikan kesepakatan tersebut secara sepihak, AS sama saja menghina PBB. Sebab, PBB sendiri memberikan restunya pada kesepakatan itu,’’ ucap Ali Larijani, ketua parlemen Iran.
Jika AS memutuskan untuk hanya merevisi kesepakatan, Iran tidak akan segan menarik diri dari kesepakatan tersebut dan kembali mengayakan uranium.
’’Kami akan melanjutkan komitmen kami sesuai JCPOA. Kami tetap menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai kesepakatan itu,’’ tambah Larijani di sela lawatannya ke Rusia kemarin. Jika kesepakatan tersebut buyar, dia yakin bahwa Iran bukanlah penyebabnya.
Trump juga meminta kongres mengamandemen aturan soal peninjauan komitmen 90 hari sekali. ’’Presiden akan mengubah aturan yang semula tiap 90 hari itu menjadi enam bulan sekali,’’ terang orang dekat Trump di Gedung Putih.
Nanti, Trump hanya perlu melaporkan hasil pengamatannya terhadap Iran dua kali setiap tahun. Menurut Gedung Putih, kebijakan tersebut akan jauh lebih efektif dan hemat.
Untuk menunjukkan dominasinya, Trump semula berencana menyampaikan pidato di Kedutaan Iran. Setelah aksi saling usir diplomat beberapa waktu lalu, Kedutaan Iran di Kota Washington itu tak lagi berfungsi.
Namun, rencana tersebut langsung menuai kecaman. Trump lantas membidik Iwo Jima Marine Corps Memorial. Sayang, Iwo Jima sedang direnovasi. Pidato akhirnya disampaikan di Diplomatic Reception Room di Gedung Putih. (AP/Reuters/CNN/hep/c18/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hollywood pun Bertekuk Lutut Memprotes Trump
Redaktur & Reporter : Adil