jpnn.com - Secara akademik, berdasar penelitian para ahli sejarah, Tuan Rondahaim Saragih, Tokoh Simalungun, Sumatera Utara, penerima Bintang Jasa Utama (Keputusan Presiden RI Nomor 077/TK/TAHUN 1999, 13 Agustus 1999), pantas menerima Anugerah Pahlawan Nasional.
Penghargaan atas jasa-jasanya yang besar dan luar biasa melawan penjajahan kolonial Belanda hingga akhir hidupnya di wilayah Sumatera Timur.
BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Tunggu Keputusan Presiden Jokowi
Sepantasnya pula para penerima Bintang Jasa Utama lainnya atau tokoh-tokoh daerah yang memiliki rekam jejak perjuangan yang luas di masa pra-kemerdekaan melawan penjajahan kolonial Belanda mendapat kehormatan serta prioritas kebijakan dari pemerintah untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Tuan Rondahaim Saragih, gelar Raja Raya Namabajan (1828-1891) dan penguasa ke-14 Partuanan Raya, dijuluki pemerintah kolonial Belanda sebagai Napoleon der Bataks (Napoleon-nya orang-orang Batak) karena konsistensi dan integritas perlawanan hingga akhir hayat melawan upaya penaklukan Partuanan Raya oleh penjajah Belanda.
BACA JUGA: Masyarakat Simalungun Berharap Tuan Rondahaim Saragih dapat Gelar Pahlawan Nasional
Fakta sejarah lainnya, pada masa pemerintahan Tuan Rondahaim Saragih (1828-1891), Partuanan Raya tidak pernah takluk kepada pemerintah kolonial Belanda.
Pada tahun 1901 atau 10 tahun setelah wafatnya Tuan Rondahaim Saragih, Partuanan Raya yang dipimpin Sumayan Tuan Kapoltakan Saragih (putra Tuan Rondahaim) takluk kepada pemerintah kolonial Belanda.
BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Mutiara Indonesia dari Tanah Simalungun
Pengakuan simbolik atas eksistensi adat Simalungun telah ditunjukkan Ibu Negara Iriana Jokowi, saat Upacara HUT ke-74 RI, lengkap dengan Bulang di kepala, kain ulos bahkan tas tangan berbentuk keranjang dengan warna merah yang mendominasi.
Apakah Iriana Jokowi menyadari bahwa Tuan Rondahaim Saragih, Tokoh Pejuang Kemerdekaan asal Simalungun, belum juga diakui dan menerima anugerah pahlawan nasional dibanding 12 Pahlawan Nasional dari suku-suku lainnya di Sumatera Utara?
Akankah keputusan politik dalam penetapan pahlawan nasional 2024 kembali meniadakan Mutiara Indonesia dari Tanah Simalungun?
Untuk menyegarkan para pengambil kebijakan, mari kita telusuri berbagai fakta dari berbagai dokumen hasil penelitian para ahli sejarah.
Motif utama perang Tuan Rondahaim Saragih untuk menyelamatkan perekonomian rakyat Simalungun, apalagi saat itu, Bandar Khalifa yang menjadi pintu keluar ekspor hasil bumi Simalungun sudah dikuasai penjajah Belanda.
Tuan Rondahaim Saragih memiliki integritas dan keteladanan sebagai Pemimpin: Menolak tawaran Belanda menjadi Raja Besar di antara raja-raja di Simalungun, selalu menolak undangan dari Residen Sumatera Timur dan tidak pernah berkompromi dengan penjajah Belanda hingga akhir hayatnya.
Tuan Rondahaim Saragih konsisten menggalang persatuan dengan para pemuka Batak dan Lintas Etnik dilihat secara genealogis, kronologis dan strategis.
Selain itu, Tuan Rondahaim Saragih juga memiliki relasi tradisional dengan Sisingamangaradja, Aceh, Gayo, dan Melayu melawan Penjajah Belanda (Spirit Persatuan Boedi Oetomo lahir 1908).
Penjajah Belanda mengakui keunggulan strategi perang Tuan Rondahaim Saragih: local genius; memanfaatkan topografi (bentang alam) dan teknik perang gerilya.
Selain menerima pasokan senjata dari Penang dan Singapore (Pokok-Pokok Gerilya, 1953, Jenderal Besar A.H. Nasution).
Perlawanan Tuan Rondahaim Saragih mengadang Belanda menguasai seluruh Sumatera Timur berdampak secara luas, tidak hanya sampai Medan dan Batavia, tetapi hingga lintas benua (Belanda): menjadi pembicaraan di parlemen Belanda (Menteri Koloni).(***)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari