jpnn.com - JAKARTA - Ketua Gabungan Aliansi Daerah Untuk Buruh Migran Indonesia (Garda BMI), Miftah Farid, menuding Konsulat Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di negara tujuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sering melecehkan para buruh migran penghasil devisi ketimbang memberikan bantuan. Miftah mencontohkan KJRI di Yordania yang tak membantu tapi justru mencerca TKI.
"Ini pengalaman saya sendiri selaku TKI dalam tahun 2002 di Yordania. Saya melaporkan ada masalah kontrak kerja yang tidak sesuai dengan kenyataan. Yang saya dapat bukannya bantuan tapi cercaan dari pejabat Konjen RI setempat," kata Miftah dalam acara DPD RI Menyapa bertema "Masalah TKI yang Tak Pernah Berhenti" di gedung DPD, Senayan Jakarta Jumat (18/10).
BACA JUGA: Gubernur Harus Mengacu Keputusan Dewan Pengupahan Daerah
Saat itu, lanjutnya, ada TKI mendatangi Konjen RI di Yordania guna menyampaikan masalah kontrak. Alih-alih dibantu, TKI itu justru dicerca sebagai orang yang tidak tahu diri.
"Saya dan kawan-kawan dimarahi pejabat Konjen RI. Kami dibilang tidak tahu diri. Sudah diberi pekerjaan malah protes. Kalian ini di Indonesia aslinya kan pengangguran. Sudah terima saja pekerjaan itu," kata Miftah menirukan ucapan pejabat Konjen RI di Yodania kala itu.
BACA JUGA: SBY Dicurigai Punya Motif Politik 2014 Ganti Timur
Miftah menambahkan, kondisi yang tak kalah buruk dialami para TKI saat berurusan dengan para calo yang dilabelisasi oleh pemerintah melalui perusahaan Jasa TKI. Ia menyayangkan ketentuan di Undang-Undang Ketenagakerjaan yang memungkinkan PJTKI memotong maksimal 10 persen dari gaji pertama TKI.
"Praktiknya dipotong hingga tujuh bulan gaji masing-masing 10 persen. Bahkan untuk penempatan TKI di Taiwan dipotong sampai satu tahun. Praktek tersebut masih berlangsung sampai sekarang," tegasnya.
BACA JUGA: Gatot Belum Ajukan Penangguhan Penahanan
Lain lagi yang terjadi di Hongkong. Menurut Miftah, otoritas Hongkong memberlakukan sistem perpanjangan kontrak mandiri. "Sementara pemerintah Indonesia melarangnya. Kalau akan memperpanjang kontrak diharuskan berurusan lagi dengan PJTKI. Ujung-ujungnya, terjadi lagi pemotongan gaji TKI untuk tujuh bulan ke depan," ungkapnya.
Selain itu, dia juga mengkritisi penumpukan PJTKI di Jakarta. Ia menyebut saat ini ada sekitar 576 PJTKI. "Sekitar 500 PJTKI berkantor di Jakarta dan sisanya di Surabaya. Padahal Jakarta bukanlah daerah pemasok TKI," ujar Miftah.
Lantas apa alasan PJTKI memilih berkantor di Jakarta? Ternyata dari temuan Garda BMI, PJTKI dengan berkantor di Jakarta bisa lebih leluasa dalam memperlakukan para calon TKI. Kondisi ini berbeda dengan PJTKI di daerah yang mudah diawasi masyarakat.
"Jadi praktik trafficking itu sesungguhnya dimulai dari ibu kota negara dan hingga kini tidak ada yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para TKI ini," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Densus Antikorupsi Diyakini Dongkrak Citra Polri
Redaktur : Tim Redaksi