Tudingan Curang Bayangi Kemenangan Erdogan

Selasa, 18 April 2017 – 06:49 WIB
Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

jpnn.com - Keinginan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar terkabul. Hasil referendum menunjukkan, 51,41 persen penduduk yang memberikan hak suaranya pada Minggu (16/4) mendukung amandemen konstitusi.

Sebanyak 48,59 persen sisanya menolak. Dengan kemenangan itu, Turki yang sebelumnya menganut sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi presidensial.

BACA JUGA: Hasil Resmi Belum Keluar, Erdogan Sudah Sampaikan Pidato Kemenangan

”Tuhan berkehendak. Hasil itu akan menjadi awal era baru bagi negara kami,” ujar Erdogan setelah penghitungan suara mencapai 99,97 persen pada Minggu malam.

Angka kehadiran penduduk dalam pemungutan suara kali ini terbilang sangat tinggi, yaitu 85 persen. Pemilu presiden digelar pada 2019. Begitu pula dengan pembubaran kantor perdana menteri.

BACA JUGA: Erdogan di Ambang Kediktatoran

Suami Emine tersebut diperkirakan terpilih menjadi presiden selama dua periode. Artinya, dia akan tetap memimpin Turki hingga 2029.

Kemenangan Erdogan disambut dengan perayaan sekaligus protes dari berbagai penjuru wilayah Turki. Mereka yang tidak mendukung perubahan turun ke jalan sambil memukul-mukul wajan ataupun panci.

BACA JUGA: Hubungan Memanas, Turki Sebut Jerman Bermuka Dua

Di Turki, itu adalah cara tradisional untuk protes. Sementara itu, para pendukung Erdogan tampak bersukacita dengan melambaikan bendera Turki. Mereka menabuh drum dan menyanyikan lagu kemenangan dengan menyebut nama Erdogan.

Cezar Florin Preda, kepala delegasi Majelis Parlemen Dewan Eropa yang memonitor referendum di Turki, kemarin (17/4) membuat komentar yang mengejutkan. Menurut dia, pemungutan suara di Turki masih berada di bawah standar.

Salah satu penyebabnya adalah pertandingan yang tidak seimbang antara kubu Yes dan No. Kampanye dan berbagai fasilitas lain yang dimiliki kubu pendukung Erdogan tidak dimiliki oposisi. Selain itu, edukasi masyarakat terhadap materi perubahan dalam konstitusi sangat rendah.

Tidak hanya itu, aturan penghitungan suara juga diubah pada detik-detik terakhir. Awalnya, surat suara tanpa stempel resmi dilarang dihitung. Namun, sesaat sebelum penghitungan dilakukan, keputusan tersebut diubah.

Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) dan Dewan Eropa merilis laporan tentang referendum di Turki delapan minggu mendatang.

Pernyataan dari Preda itu menjadi angin segar bagi oposisi. Sebab, sehari sebelumnya, mereka meminta penghitungan suara diulang. Perbedaan perolehan suara yang begitu tipis, yakni 2,82 persen, membuat kubu oposisi merasa dicurangi.

Republican People’s Party (CHP) dan Peoples’ Democratic Party (HDP) menyatakan bahwa mereka bakal mengajukan banding ke Pengadilan HAM Eropa agar sebagian besar surat suara dihitung ulang.

Alasan dua partai yang berseberangan dengan partai AKP yang digawangi Erdogan itu sama dengan Preda. Mereka berang karena Dewan Pemilihan Agung (YSK) membiarkan surat suara yang tidak distempel resmi tetap dihitung.

Keputusan YSK tersebut dianggap membuka peluang adanya kecurangan. Versi HDP, ada indikasi untuk memanipulasi 3–4 persen poin.

Sementara itu, Wakil Ketua CHP Erdal Aksunger mengungkapkan bahwa 60 persen kotak suara akan diajukan dalam banding untuk dihitung ulang.

”YSK mengakibatkan legitimasi referendum itu dipertanyakan,” ungkap Kepala CHP Kemal Kilicdaroglu.

Presiden YSK Sadi Guven langsung mengklarifikasi tudingan dari kelompok oposisi. Menurut dia, tidak ada yang salah dari proses referendum kali ini.

Sebab, pada pemilu-pemilu sebelumnya, surat suara yang ditutup tanpa stempel resmi juga tetap dihitung. Surat suara yang tidak distempel itu dibuat sendiri oleh YSK dan bukanlah balot palsu.

Keputusan untuk menerima surat suara yang tidak distempel dilakukan sebelum penghitungan suara dimulai. Karena itu, hal tersebut dianggap sah.

”Tujuan keputusan tersebut adalah memastikan bahwa kehendak masyarakat tecermin dalam kotak balot serta menghindari kesalahan yang dilakukan komite pemilu,” tutur Guven.

Para petinggi UE mulai memberikan komentar tentang hasil referendum di Turki. Salah satunya adalah kanselir Jerman Angela Merkel.

”Hasil yang sangat ketat menunjukkan betapa masyarakat Turki terbelah dan itu menjadi tanggung jawab yang besar terhadap kepemimpinan Turki serta bagi Presiden Erdogan secara pribadi,” jelasnya. (AFP/Reuters/CNN/sha/c16/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Erdogan Tuding Belanda Nazi, Menlu Turki Kena Imbasnya


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler