jpnn.com - DIDORONG keinginan dan niat yang kuat, disertai doa, Bahori dan istrinya, Masyitho, akan berangkat umroh pada 13 April- 22 April mendatang.
KHOIRUNNISAK - Palembang
BACA JUGA: Kisah Kartini Berjuang Keluar dari Gelimang Narkoba ke Kuliner "Penjara"
Empat orang pria parobaya tengah praktek mengenakan pakaian ihram di Masjid Al-Islam Muhammad Chengho, Jakabaring, Palembang, Sumsel. Meski terlihat gugup, keempatnya terus belajar dan bertanya kepada petugas yang mendampingi.
Tak hanya mereka yang akan berangkat, banyak juga jemaah masjid lain yang menyaksikan kegiatan manasik tersebut.
BACA JUGA: Kisah Mantan Dosen yang Hidup Bersama Suku Anak Dalam di Hutan Belantara
Dari keempat calon jemaah umroh itu, salah satunya bernama Bahori (77). Dia merupakan tukang becak yang sebulan lalu bersama istrinya Masyitho mendaftarkan diri di Travel Haji dan Umroh Al-aamaal PT Maaqbullah Sumsel Pimpinan H. Ahmad Afandi, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumsel.
Saat wartawan Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) menemuinya, ayah tujuh anak itu terlihat antusias menceritakan perjuangannya hingga bisa berangkat umroh tahun ini.
BACA JUGA: Crass! Darah Muncrat ke Dinding Gua
”Sudah sejak 1977 kami ingin berhaji, tapi karena ekonomi tidak mendukung jadi hanya niat di dalam hati saja,” ungkapnya lirih.
Saat itu, aku Bahori, ia masih menjadi sopir angkot jurusan Kenten. Dirinya tak menampik biaya haji yang cukup mahal ditambah lagi kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi membuat keinginannya itu seperti hanya mimpi saja.
Bahkan kuatnya niat untuk bisa menginjakkan kaki di tanah suci membuatnya pernah berpikir untuk untuk mengajak istri melaksanakan haji dengan berjalan kaki.
Dia sempat akan bertanya-tanya kepada lurah di tempatnya tinggal untuk mengurus izin keberangkatan. Tetapi karena penghasilannya yang tak menentu, juga anak-anaknya yang masih kecil, membuatnya membatalkan rencana tersebut. Niat itupun hanya dipendam dalam hati saja.
Akhirnya, setelah 30 tahun sebagai sopir angkot, Bahori memutuskan untuk alih profesi.
“Saya takut dan tidak sanggup, apalagi penumpang makin sepi. Penghasilan angkot juga harus disetor kepada pemiliknya,” tuturnya yang mengenakan baju koko putih itu.
Akhirnya Bahori memilih pekerjaan sebagai penarik becak sejak tiga tahun terakhir. Ada beberapa langganan anak sekolah yang biasa diantarnya setiap hari. Mereka membayar antara Rp 100 ribu - Rp150 ribu per bulan.
Akhirnya dalam sebulan ia bisa mengumpulkan uang hingga Rp 1 juta. Nah, dari sinilah Bahori bisa menabung hingga bisa terkumpul uang Rp 30 juta.
Untuk beribadah haji dirasakan masih sangat lama, akhirnya ia dan istri mendaftar umroh saja. Sisa pembayarannya dibantu anak-anaknya, jadi total biaya berangkat berdua Rp 49 juta, termasuk pembuatan paspor dan biaya lain-lain.
“Anak-anak sangat mendukung dan banyak membantu juga,” paparnya.
Bahori dan istri sangat bersyukur akhirnya niat yang selama ini hanya terpendam dalam hati akhirnya dikabulkan Allah SWT. Wajahnya cerah saat membayangkan bisa melihat langsung Kabah dan melaksanakan ibadah di Tanah Suci. Banyak doa yang akan dipanjatkan, khususnya minta diberikan kesehatan dan keselamatan agar ibadah yang dijalankan mabrur.
Mengenai persiapan yang dilakukan, sambung Bahori, hingga saat ini sudah siap lahir batin. Setia hari ia pun berlatih membaca niat umroh serta doa melalui buku panduan. Tak hanya itu, yang terpenting menjaga kesehatan agar nantinya semua rangkaian ibadah bisa dilakukan dengan lancar. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berawal dari Menyelamatkan Anjing, Kini Jadi Klub Profesional
Redaktur : Tim Redaksi