jpnn.com - Dunia tiba-tiba dikejutkan dengan peristiwa mutilasi yang terjadi di Australia. Korbannya yang bernama Mayang Prasetyo (27) ternyata warga Bandarlampung. Berikut penuturan keluarga tentang Mayang kepada Radar Lampung (JPNN Grup).
Laporan Eka Yuliana, BANDARLAMPUNG
BACA JUGA: Sudah Lama Berkawan dengan Orang Utan
TAK sulit untuk menemukan kediaman Nining Sukarni (45), ibunda Mayang Prasetyo yang belakangan diketahui bernama asli Febri Andriansyah, di Jalan Panglima Polim Gang Star No 24, Sukamenanti, Kedaton, Bandarlampung. Di rumah dua lantai berdinding merah muda tersebut Nining bersama dua anaknya, Jenny dan Gabi tinggal.
Saat Radar Lampung menyambangi rumah yang ternyata baru dua bulan ditempati dengan biaya sewa Rp 6 juta per tahunnya tersebut telah ramai media. Semuanya memiliki tujuan yang sama dengan Radar Lampung, ingin bertanya lebih detail tentang Mayang alias Febri. Sebenarnya Mayang telah membelikan rumah di Sukabumi untuk keluarganya, namun karena lokasinya yang jauh, keluarga tidak menempatinya.
BACA JUGA: Mantan Dirut Pertamina Kini Bisa Tersenyum Ramah
Seorang wanita bertubuh kurus dan berkacamata dengan sabar menjawab pertanyaan awak media yang hadir di rumahnya. Ya, dialah Nining, ibunda Mayang. Raut wajahnya terlihat sangat sedih, meski tak ada air mata yang menetes.
Nining mulai bercerita tentang Mayang alias Febri, anak sulungnya tersebut. Menurutnya Mayang merupakan tulang punggung keluarga sejak 2005 lalu. seluruh biaya hidup keluarga termasuk biaya sekolah adik dan neneknya ditanggung Mayang.
BACA JUGA: Tantangannya Guncangan Hebat dan Suhu Dingin di Ruangan
"Setiap bulan dia transfer ke saya. Kalaupun terlambat, dia akan mengabari. Sebulan ia kirimkan empat sampai lima juta. Uang itu dibagi dua untuk biaya neneknya membeli diapers. Neneknya sudah tua, sakit-sakitan,” urainya.
Berita tentang meninggalnya Mayang telah didapatnya sejak malam Senin. Sekitar pukul tujuh malam, sesorang yang mengaku temannya Mayang datang. Ia mengabarkan mendapatkan berita dari Bali bahwa Mayang telah meninggal. “Temannya yang dari Bali dapat kabar dari Australia,” katanya.
Nining mengaku sangat kaget dengan kabar tersebut. Ia sangat tidak percaya anak sulungnya tersebut meninggal dengan cara yang tragis. “Kaget sekali, enggak percaya, seperti mimpi,” kata ibu tiga anak ini.
Ia mengatakan terakhir berkomunikasi dengan Ebi – sapaan akrab Mayang alias Febri- pada 2 Oktober lalu. “Seperti biasa, kita bertukar kabar dengan SMS-an. Menanyakan kabar. Seminggu sebelum kabar dia meninggal juga telponan. Dia tidak cerita apa-apa,” lanjutnya.
Nining bertemu terakhir kali dengan anaknya saat Hari Raya Idul Adha 2013 lalu. Saat itu, Mayang datang bersama Markus, yang diperkenalkan sebagai suaminya. Selama satu minggu, Mayang dan Markus ada di rumahnya. Nining menilai Markus orang yang baik, ramah, dan sangat penyayang dengan keluarga.
Nining yang telah menjanda sejak 9 tahun lalu ini mengaku anaknya tersebut merupakan sosok yang ramah dan baik hati. “Ebi itu heboh, berisik, tidak bisa diam, usil, tidak pelit, pintar masak. Suka berbagi dengan keluarga dan teman-temannya. Ya seperti sinterklas itu. dia mandiri sejak SMP, sudah cari uang sendiri dengan berdagang, ikut-ikut arisan dengan ibu-ibu,” terangnya.
Menurutnya sejak lulus SMA 2005 lalu, Mayang memutuskan untuk merantau ke Bali. Saat itu, Nining tak lagi bekerja dan tidak ada yang menafkahi keluarganya. Berbekal uang tabungan Rp 2 juta, Mayang pun berangkat ke Bali naik bus Kramat Jati.
Di Bali, Mayang tinggal di daerah Seminyak. Pada 2008 Nining menyusul anak sulungnya itu. Ia tinggal bersama Mayang hingga 2010. Saat itulah Nining benar-benar merawat Mayang. Sebab sejak Mayang usia 1 tahun hingga lulus SMA, ia dirawat oleh Rumani, neneknya. “Iya, saya pergi ke Palembang, ikut suami saya yang kedua. Dia saya tinggal di Lampung bersama ibu saya,” katanya.
Nining menceritakan anak laki-lakinya itu memang bersikap dan bertingkah laku seperti wanita. Bahkan ia lebih banyak memiliki teman wanita dibandingkan laki-laki. Menurutnya anaknya merasa anak laki-laki itu nakal dan tidak menyenangkan untuk diajak berteman. “Saya juga memang kurang suka dengan anak laki-laki. Dia suka diejek, dikata-katakan bencong, tapi dia tidak marah,” ujarnya.
Menurut Nining anaknya itu melakukan operasi wajah dan payudara di Thailand pada Maret 2009. Beberapa jam sebelum operasi, Mayang menelponnya memberi tahu hal tersebut. “Sudah saya tanyakan apakah ia yakin dengan keputusannya. Ia jawab yakin dan tidak peduli apapun yang terjadi ke depan,” terangnya.
Lalu nama Mayang menurut Nining dipakai anaknya saat berita tentang Mayang Sari dan Bambang Triatmojo heboh di televisi. “Dia ingin terkenal seperti Mayang Sari, makanya dia pakai nama itu. dia juga memang bercita-cita jadi artis,” katanya.
Nining mengaku tak ada firasat apapun atas kepergian anaknya. Hanya saja sebulan lalu ia pernah bermimpi, Mayang datang bersama teman-temannya menggunakan baju hitam. Lalu tiba-tiba dia memotong cepak rambutnya dengan gunting, kemudian berlalu meninggalkannya.
“Saya panggil, tapi dia hanya menoleh saja. kemudian saya ceritakan mimpi saya itu ke dia. Lalu dia lihat di buku primbon arti mimpi saya. kata primbon akan ada keluarga yang hilang. Saat itu dia bilang ih amit-amit, jangan sampe ya ma,” urainya.
Nining berharap jasad anaknya yang senang sekali makan jengkol ini segera dipulangkan ke Bandarlampung. Ia akan memakamkan anaknya dengan cara Islam. “Dia waktu itu memang telpon saya, akan menikah dengan Markus di gereja di Denmark. Tapi sampai sekarang dia tetap muslim,” tegasnya.
Ia mengaku tak terlalu banyak mengetahui pekerjaan anaknya. Nining mengatakan takut anaknya tersinggung jika ditanya detail. Terkait Markus, menurut Nining, Mayang pun tak banyak bercerita.
Hanya sekitar empat bulan lalu Mayang pernah cerita kalau ia habis bertengkar hebat dengan Markus, karena kelalaian suaminya itu anjing kesayangannya hilang.
Tak hanya Nining yang terpukul dengan kepergian Mayang, Jeni adik bungsunya pun merasakan demikian. Ia yang pernah dihadiahi handphone oleh sang kakak saat ulang tahunnya ini terakhir berkomunikasi 2 Oktober lalu. “Dia Cuma bilang kalau dia sehat, dan salam buat nenek,” katanya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menelusuri Jejak Sejarah Persandian di Jogja
Redaktur : Tim Redaksi