Menelusuri Jejak Sejarah Persandian di Jogja

Dirintis Seorang Dokter, Kantor Pindah Empat Kali

Senin, 06 Oktober 2014 – 16:16 WIB

jpnn.com - “Ingatlah bahwa kechilafan satu orang sahaja tjukup sudah menyebabkan keruntuhan negara”. (dr Roebiono Kertopati)

KUSNO S. UTOMO, Jogja

BACA JUGA: Bocah Penderita Hemofilia Itu Masih Alami Pendarahan

PESAN itu akan dapat kita baca begitu meng-injakkan kaki di depan Museum Sandi di Jalan Faridan M. Noto 21 Kotabaru, Jogja. Ya, ungkapan itu merupakan pesan yang disam-paikan dr Roebiono yang merupakan Bapak Persandian Nasional sekaligus dokter pribadi Presiden RI pertama, Soekarno.

Roebiono menerima perintah membentuk lembaga sandi negara pada 4 April 1946. Ia secara khusus dipanggil Menteri Pertahanan  Amir Syarifudin yang kelak menjabat per-dana menteri saat ibukota berpindah ke Jogjakarta. Pertemuan antara kedua tokoh tersebut dilukiskan dalam diorama berupa patung Amir dan Roebiono yang tengah berdialog membahas pembentukan lem-baga sandi negara. Ketika menerima perin-tah itu Roebiono bertugas di bagian B (intelijen) Kementerian Pertahanan RI.

BACA JUGA: Mumpuni Selam, Rajin Bersepeda ke Daerah Teritorial

Meski dengan kemampuan terbatas, tak lama setelah menerima perintah itu, Roebiono yang berpangkat letnan kolonel itu segera bergerak. Dalam waktu tidak terlalu lama, Roebiono segera merealisaikan instruksi tersebut. Ia membentuk kamar sandi yang kelak akan menjadi embrio berdirinya Lembaga Sandi Negara.

Peran besar yang dimainkan aparatur sandi negara terungkap di dalam museum tersebut. Di antaranya ketika ibukota sementara yang berkedudukan di Jogja di-kuasai Belanda melalui agresi militer II pada 21 Desember 1948.

BACA JUGA: Seni Adalah Kejujuran Rasa

Kala itu, sejumlah pimpinan negara seperti Presiden Soekar-no, Wapres M. Hatta dan beberapa menteri ditahan. Mereka kemudian ditawan di Bangka. Sebelum ditangkap, Soekarno telah membuat pesan khusus berupa pemben-tukan pemerintah darurat Republik Indo-nesia (PDRI)

Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang tengah berada di Bukittinggi, Sumatera Barat dan Mr Palar yang sedang melawat di New Delhi, India mendapatkan mandat membentuk PDRI. Lewat pesan persandian, perintah presiden itu di-keluarkan.

Dari Jogja, persandian itu dibawa ke Samigaluh, Kulonprogo terus diteruskan ke Patuk, Gunungkidul. Kemudian dilanjutkan ke Bukittinggi dan New Delhi. “Museum ini  mungkin belum banyak dikenal. Tapi koleksi Museum Sandi memuat banyak cerita sejarah perjalanan bangsa ini,” ungkap Mila didampingi rekannya, Desi yang bertugas sebagai pemandu di Museum Sandi.

Koleksi museum terbagi di beberapa tempat di lantai satu dan dua. Ada sembilan alur yang dapat kita kunjungi. Yakni ruang introduksi, ruang agresi militer I Belanda, replika kamar sandi, ruang agresi mili-ter II, ruang Nusantara dan ruang tokoh. Lalu ruang sandi global, ruang edukasi dan perpusta-kaan. Museum Sandi juga me-nyimpan barang asli atau re-plika mesin peralatan sandi, mebeler, slide sistem dan sistem-sistem sandi lainnya.

Dari mengunjungi Museum Sandi itu kita dapat mengetahui jejak-jejak dan sejarah persan-dian di Indonesia. Bahkan semasa ibukota di Jogja 1947-1950, kantor persandian sempat empat kali pindah. Pertama di Jalan Gondokusuman (sekarang Jen-deral Soedirman), lalu Jalan Batanawarsa No 4 (sekarang I Dewa Nyoman Oka), Jalan Batanawarsa No 32 (sekarang Jalan I Dewa Nyoman Oka) dan terakhir di Jalan Mahameru 1 yang saat ini bernama Jalan Faridan M. Noto No 9 Jogja. Sayang,  gedung yang menjadi kantor pertama  persandian itu sekitar 1990-an telah dirobohkan sehingga jejaknya menjadi lenyap.

Setelah berdiri selama 38 tahun berdiri,  kantor sandi negara berubah menjadi Lembaga Sandi Negara. Hingga sekarang telah ada enam orang kepala yang memimpin lembaga ter-sebut. Kini lembaga tersebut dipimpin Mayjen TNI Djoko Setiadi. Foto enam orang Kepala Lembaga Sandi Negara dari mulai Roebiono Kertopati yang pensiun dengan pangkat Mayjen TNI dan lima orang penggantinya terpajang di museum tersebut.

Mila dan Desi juga menuturkan, sejak berpindah dari Museum Perjuangan di Jalan Kol Sugiono ke Kotabaru pada 29 Januari 2014, museum itu banyak dikunjungi wisatawan. “Rata-rata per bulan 100 orang. Tapi belum lama ini kami juga ada kunjungan pelajar dan ma-hasiswa yang mencapai 1.000 pengunjung,” tutur Mila.

Bagi pengunjung dalam jumlah banyak yang ingin datang dipersilakan menghubungi petugas. “Nanti kami dampingi. Hari Minggu atau libur pun kami siap melayani pengunjung,” katanya ramah.(*/din/gp/radarjogja/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Titik Penyelaman di Bangkai Kapal Pulau Ketawai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler