jpnn.com - Pemerintahan Donald Trump sedang rajin mengakhiri program-program imigrasi yang dianggap tidak berpihak kepada warga negara Amerika Serikat (AS). Salah satunya TPS (temporary protected status).
Beberapa waktu lalu Washington mengakhiri program status perlindungan sementara untuk penduduk El Salvador, Haiti, dan Nikaragua. Tapi, tidak bagi Syria.
BACA JUGA: Sebut Trump Chirolita, Maradona Ditolak Masuk AS
”Setelah mempertimbangkan dengan saksama kondisi di lapangan, kami memutuskan untuk memperpanjang TPS bagi para pengungsi dari Syria,” terang Menteri Keamanan Dalam Negeri Kirstjen Nielsen seperti dilansir Reuters kemarin, Kamis (1/2).
Seharusnya status penduduk sementara bagi sekitar 7.000 pengungsi Syria itu berakhir pada Maret mendatang. Tapi, kini status itu diperpanjang selama 18 bulan.
BACA JUGA: Uni Eropa Kucurkan Rp 709,9 M untuk Palestina
Keputusan pemerintahan Trump tersebut membuat para pemegang kartu TPS asal Syria lega. Sebab, setidaknya mereka masih bisa hidup di Negeri Paman Sam sampai 30 September 2019.
”Saya tidak mungkin kembali (ke Syria). Nama saya ada di daftar teratas target pembunuhan rezim (Presiden Bashar) Assad,” kata Radwan Ziadeh, aktivis anti pemerintah Syria, dalam wawancara dengan New York Times.
BACA JUGA: Pemimpin Palestina Masuk Daftar Teroris AS
Tanpa kartu TPS, status Ziadeh di AS akan berubah menjadi imigran gelap. Jika sampai ketahuan dan diciduk petugas imigrasi setempat, dia akan langsung dideportasi.
Artinya, dia akan menjadi sasaran empuk para penembak jitu Assad begitu menginjakkan kaki lagi di Syria. ”Yang dilakukan pemerintah AS sekarang ini sudah paling benar. Yakni, memperpanjang masa berlaku TPS kami,” ungkapnya.
Sama dengan Ziadeh, Nawwar Kabbani menganggap kebijakan pemerintahan Trump terhadap para pengungsi sudah tepat. ”Selama dua hari terakhir, saya mengecek berita tentang TPS untuk Syria tiap lima menit sekali,” ujar pria 33 tahun yang bekerja sebagai teknisi software itu.
”Saya sangat cemas karena masa berlaku TPS untuk negara-negara lain ada yang tak diperpanjang,” lanjut Kabbani.
Berbekal kartu TPS, para pengungsi dari berbagai negara boleh bekerja. Termasuk menuntut ilmu. Sayang, perpanjangan masa berlaku TPS itu tidak berlaku bagi semua pengungsi Syria yang kini tinggal di AS.
Perpanjangan tersebut hanya diberikan kepada para pengungsi yang masuk AS sebelum Agustus 2016. Bagi mereka yang masuk AS setelah Agustus 2016 tidak mendapat perpanjangan TPS.
”Saya tidak habis pikir mengapa kebijakan itu tidak diberlakukan juga bagi mereka yang datang setelah Agustus 2016,” keluh Robert Ford, mantan duta besar AS untuk Syria yang kini menjadi salah seorang pakar di Middle East Institute.
Kepada The Guardian, dia mengatakan, lebih baik pemerintah AS memperbarui status TPS bagi para pengungsi Syria. Sebab, itu akan menjangkau lebih banyak orang.
Pendapat yang sama disampaikan Bill Pascrell, anggota House of Representatives (DPR) AS.
Politikus Partai Demokrat dari Negara Bagian New Jersey itu mengusulkan kepada Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk mengubah kebijakan mereka. Bukan memperpanjang masa berlaku, tapi memperbarui TPS bagi pengungsi Syria.
”Sampai sekarang Syria masih belum bebas konflik. Sangat tidak manusiawi jika kita membiarkan para pengungsi Syria itu terus-terusan merasa waswas dan takut,” kata Pascrell.
Dengan hanya memperpanjang masa berlaku selama 18 bulan, menurut dia, para pengungsi Syria itu tetap harus menghadapi kekhawatiran yang sama saat batas waktunya tiba. (hep/c10/pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trump Labeli 128 Negara Musuh AS, Indonesia Salah Satunya
Redaktur & Reporter : Adil