jpnn.com - JAKARTA - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi (MK) dari unsur pemerintah menggantikan Achmad Sodiki yang mau pensiun dinilai langkah terburu-buru.
Emerson Yunto, Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Patrialis Akbar sudah pernah dapat rapor merah saat menjabat Menteri Hukum dan HAM.
BACA JUGA: Penunjukan Patrialis Akbar Dinilai Langgar Konstitusi
"Logikanya ketika menteri dapat rapor merah, masih diangkat juga, kebangetan presiden," kata Emerson di gedung LBH Jakarta, Selasa (30/7).
Sementara itu Alfon dari LBH Jakarta mengatakan, jika pemilihan Patrialis didasarkan atas kompensasi politik dengan mengabaikan syarat-syarat sebagai hakim konstitusi yang ditentukan UU MK maka sama halnya Presiden menjadikan MK sebagai tempat pembuangan akhir dan mendorong MK menjadi lembaga yanga tidak kredibel.
BACA JUGA: Diundang Resmi, Mahfud MD Masih Pikir-pikir
"Bukan tidak mungkin penunjukan Patrialis karena adanya bergaining politik untuk kepentingan atau pengamanan partai politik tertentu dalam Pemilu 2014 mendatang," sebutnya.
Selain itu langkah SBY ini menurut koalisi tidak masuk akal dan justru memperburuk citra pemerintah. Langkah Presiden mencopot Patrialis Akbar sebagai Menkum HAM dan menggaantinya dengan Amir Syamsuddin merupakan bukti ketidakpuasan Presiden pada kinerja Patrialis.
BACA JUGA: Tiga Saksi Ahli Dihadirkan Kubu Djoko
"Ini kan sama halnya yang bersangkutan (Patrialis) dapat rapor merah dimata Presiden SBY. Maka tidak masuk akal ketika Presiden SBY menempatkan seseorang yang dikeluarkan dari kabinet karena dapat rapor merah, kemudian ditunjuk jadi hakim MK," tegasnya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Didakwa Suap Pegawai Pajak, Dirut Master Steel tak Bela Diri
Redaktur : Tim Redaksi