Tuntutan KAMI Soal Komunis Ibarat Melihat Hantu di Siang Bolong

Selasa, 18 Agustus 2020 – 22:28 WIB
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi mengistilahkan, tuntutan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang menyebut-nyebut soal komunisme, ibarat melihat hantu di siang bolong.

KAMI sebelumnya menyampaikan delapan poin tuntutan kepada pemerintah, DPR, MPR dan sejumlah lembaga negara lain. Hal tersebut dibacakan di Tugu Proklamasi, Jakarta (18/8).

BACA JUGA: Gatot Nurmantyo Ingin Maju Capres Lewat KAMI? Ari: Eranya Sudah Selesai

Salah satu poin menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila lainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme serta upaya memecah belah masyarakat.

KAMI juga mendesak pemerintah agar menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu.

BACA JUGA: Sepertinya Presiden Jokowi Selalu Salah di Mata Para Tokoh KAMI

"Tuntutan KAMI ini seperti melihat hantu di siang bolong menurut saya," ujar Ari kepada jpnn.com.

Dosen di Universitas Indonesia itu menyatakan pandangannya, karena komunisme sejak lama tidak mendapat tempat di negeri ini.

BACA JUGA: PSI: KAMI Seperti Kebelet Kekuasaan

Demikian juga dengan sikap pemerintahan Joko Widodo, sudah sangat jelas menolak komunisme.

"Sikap kita, termasuk Jokowi, saya kira sudah awal punya prinsip-prinsip seperti yang dikehendaki tuntutan KAMI," ucapnya.

Menurut pembimbing program doktoral di pasca sarjana Universitas Padjajaran ini, KAMI seharusnya menyoroti sikap pihak tertentu yang dengan mudah melabeli pemerintah dengan kata 'Firaun'.

Selain itu, juga menyoroti sikap segelintir tokoh tertentu begitu mudah mengeluarkan pernyataan yang justru meresahkan masyarakat, dan tidak jelas.

"Komunisme yang ditakutkan mereka sebuah fatamorgana, seperti berita hoaks yang diterima dengan sadar. Kata komunisme memang begitu mudah dilabelkan ke siapa saja yang menjadi sasaran tembak politik," katanya.

Ari lebih lanjut mengungkapkan, kata komunisme sering dipakai pihak tertentu, karena begitu disematkan pada pihak tertentu, mudah memantik kemarahan rakyat yang tidak tahu apa-apa.

"Jadi, seperti bensin yang mudah tersulut api, menggunakan kata komunisme itu cara mudah membangkitkan kemarahan massa," terangnya.

KAMI diketahui juga menuntut agar Presiden Jokowi bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya.

Serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK), untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.

Menanggapi tuntutan tersebut, Ari menilai hingga saat ini tidak melihat ada hal prinsipil yang dilanggar oleh presiden.

Oleh karena itu, partai-partai politik yang memotori gerakan meminta pertanggungjawaban presiden melalui parlemen.

"Di saat pandemi covid sekarang ini, hal yang paling dibutuhkan itu kekompakkan semua komponen bangsa untuk ikut menyelamatkan generasi penerus."

"Bukan dengan deklarasi yang tidak terkait dengan urusan rakyat banyak. Malah menurut saya, deklarasi KAMI ini tidak produktif," pungkas Ari.(gir/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler