jpnn.com - Teknologi informasi membawa efek samping. Kemudahan penyebaran berita ternyata membuat berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian ikut merajalela.
Ibarat virus yang telanjur menyebar luas, ujaran kebencian dan berita bohong alias hoax susah dihilangkan. Sebab, banyak pihak yang meraih keuntungan dengan menyebarkan unggahan-unggahan berbau negatif itu.
BACA JUGA: Ujaran Kebencian Makin Gila, Bayi Baru Lahir Pun Jadi Target
CEO AppNexus Brian O’Kelley mengakui, ujaran kebencian dan hoax menyebar dengan begitu cepat beberapa bulan belakangan ini.
Akun-akun yang bertujuan menggali keuntungan memanfaatkan kebencian yang menguar di masyarakat untuk menghasilkan uang.
BACA JUGA: Selamat Tahun Baru dalam Bahasa Arab Bikin Anggota DPR Kalap
Setiap kali ada orang yang membuka akun tersebut, si pemilik akan mendapatkan penghasilan dari iklan yang menyertai unggahannya. Headline berita di situs abal-abal bakal dibuat sangat dramatis.
”Penelitian menunjukkan bahwa konten yang paling sering diklik dan dibagikan adalah yang menggerakkan emosi pembaca,” terang O’Kelley seperti dilansir Forbes. (sha/c10/dos)
BACA JUGA: Akui Kesalahan, Brian Imanuel Tinggalkan Nama Rich Chigga
Sejak dua tahun lalu, genderang perang terhadap ujaran kebencian dan berita palsu (hoax) ditabuh di berbagai penjuru dunia. Ini lahan-lahan pertempuran itu.
– Pada Desember 2015, dibentuk Internet Forum Uni Eropa untuk memerangi ujaran kebencian dan konten-konten ilegal lainnya.
– Berdasar laporan September 2017, penghapusan konten ujaran kebencian di Eropa meningkat dari 28 persen menjadi 59 persen.
– Jerman membuat aturan perundang-undangan yang memerintahkan semua perusahaan sosial media besar untuk menghapus ujaran kebencian dalam 24 jam setelah dilaporkan. Jika tidak, akan didenda Rp 798 miliar.
– Pemerintah Prancis memaparkan rencana pembuatan UU untuk memerangi hoax.
– Website fact check atau laman untuk mengecek fakta bermunculan. Hal tersebut memudahkan orang-orang mengecek kebenaran suatu berita.
– Singapura tengah menggodok RUU anti-hoax.
– Facebook menggunakan software yang mampu menghapus akun-akun palsu.
– Google memodifikasi sistem pencarian sehingga konten-konten yang berkualitas lebih diutamakan.
– April 2017 Google memperkenalkan alat yang dapat dipakai pengguna untuk melaporkan konten yang menyesatkan pembaca.
– Facebook, Google, Twitter, dan beberapa media seperti The Washington Post meluncurkan alat yang dinamai Trust Indicators pada November 2017.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abaikan Ujaran Kebencian, Medsos Bakal Didenda Miliaran
Redaktur & Reporter : Adil