Uji Materi Soal PT 20 Persen Ditolak, Pakar: Semestinya Hakim MK Lebih Peka

Kamis, 21 Januari 2021 – 11:55 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok.JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Herlambang P Wiratraman menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan uji materi yang diajukan ekonom senior Rizal Ramli terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

Pasalnya, kata dia, MK membatalkan uji materi itu atas dasar pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.

BACA JUGA: Gugatan Rizal Ramli Ditolak MK, Pakar Hukum : PT 20 Persen tak Diatur UUD 1945

Seharusnya, kata dia, MK bisa membahas uji materi yang diajukan Rizal Ramli hingga ke pokok perkara. Misalnya dengan menguji argumen hukum pemohon yang menyebut PT 20 persen menguatkan sistem politik kartel.

"Ratio decidendi terkait tidak memiliki kedudukan hukum, sayangnya tidak mendasarkan argumen hukum yang melihat PT sebagai konteks politik menguatnya sistem politik kartel, yang semestinya hakim MK lebih peka memahami perkembangan politik sebagai alam bekerjanya hukum Pemilu," kata Herlambang dalam pesan singkatnya diterima JPNN.com, Kamis (21/1).

BACA JUGA: Hadapi Gugatan di MK, Harati Gandeng Mantan Ketua MK dan Ahli Hukum Jokowi

Menurut Herlambang, ketentuan PT 20 persen dari sisi realitas, bertolak belakang dengan semangat demokratisasi politik representasi kewargaan. Ketentuan itu membuat jumlah calon presiden di Indonesia terbatas.

Seharusnya, ujar dia, ketentuan hukum dapat memangkas atau meminimalisasi bekerjanya cartelized political system atau sistem politik kartel.

BACA JUGA: Pelantikan Joe Biden - Kamala Harris Jadi Momentum Penguatan Hubungan Strategis Indonesia - Amerika

"Seharusnya MK memanfaatkan aliran pemikiran atau nalar realisme hukum untuk memahami konteks itu," ujar dosen hukum tata negara dan HAM Universitas Airlangga itu.

Selain itu, kata dia, ketentuan PT 20 persen hanya menguntungkan oligarki politik. Mereka bisa menangguk keuntungan sebesar-besarnya atas ketentuan ambang batas presiden itu.

"Tentu, ini justru melemahkan demokrasi dan mengarahkan situasi politik ke bentuk otoritarianisme baru, karena instrumen demokrasi digunakan untuk melumasi kepentingan autokrat," beber dia.

Sebelumnya, MK menolak gugatan judicial review yang diajukan Rizal Ramli yang meminta aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dihapus. 

Dalam gugatannya, Rizal mendalilkan bahwa ketentuan presidential threshold menghilangkan hak konstitusional sejumlah partai politik yang ingin mengusung calon presiden.

Namun, MK merasa Rizal tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing ketika menggugat aturan itu. 

MK pun menolak gugatan yang diajukan Rizal. Sebab, penggugat tidak dapat menunjukkan bukti pernah diusung oleh partai atau gabungan partai, seperti yang didalilkannya dalam persidangan.(ast/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler