Ultah ke-104, Ilmuwan Ini Malah Berdoa Cepat Mati

Selasa, 01 Mei 2018 – 21:41 WIB
David Goodall, pakar ekologi asal Australia yang berencana menjalani eutanasia alias suntik mati di Swiss. Foto: AFP

jpnn.com, PERTH - ”Saya tidak bahagia. Saya ingin mati.” Kalimat itu meluncur dari mulut David Goodall justru saat dia merayakan ulang tahun. Pada 4 April lalu, pakar ekologi tersebut berusia 104 tahun.

Harapan agar cepat tutup usia justru menjadi doanya di perayaan tersebut. Bagi Goodall, menjadi seorang centenarian (orang di atas umur 100 tahun) justru membuatnya tertekan.

BACA JUGA: Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati

Dia merasa hidup terlalu lama. Jika bisa memilih, dia ingin berusia 20 atau 30 tahun lebih muda.

Goodall tentu saja tidak ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dan membuat kehebohan. Warga Australia itu ingin meninggal dengan tenang didampingi orang-orang yang dicintainya. Yakni, eutanasia alias suntik mati.

BACA JUGA: Suami Ratna Minta Disuntik Mati

Tapi, di Benua Kanguru itu, eutanasia ilegal. Hanya Negara Bagian Victoria yagn mengizinkan. Tapi, undang-undang yang dikhususkan untuk orang yang sakit parah itu hanya mulai berlaku tahun depan.

Goodall tak sakit parah. Dia bahkan masih mengedit beberapa jurnal ekologi. Tapi, usia telah menggerogoti kemampuan tubuhnya. Penglihatannya jauh menurun hingga mendekati buta. Begitu pula dengan kemampuannya berjalan.

BACA JUGA: Pengin Panjang Umur? Coba deh Lakuin 6 Cara ini

Tapi, untuk orang seusianya, Goodall terbilang sehat. Karena itu, dia tak bisa dieutanasia di Australia. Padahal, Goodall ingin segera berpisah dengan dunia. Dia tidak takut sama sekali dengan maut.

Dua tahun lalu, saat usianya masih 102 tahun, Goodall menjadi pemberitaan karena ”diusir” dari Edith Cowan University. Dia dianggap tak layak lagi melakukan tugasnya sebagai peneliti kehormatan di kampus yang terletak di Perth itu.

Ruangannya dikosongkan. Ilmuwan kelahiran London, Inggris, itu tidak terima. Dengan dukungan dari berbagai pihak, keputusan universitas tersebut akhirnya ditarik.

Kasus itu mungkin menjadi titik balik bagi Goodall. Mayoritas teman-temannya telah meninggal dunia. Dia pun kini tak lagi bisa mengerjakan hal-hal yang disukainya.

Sebagian pekerjaan akademisnya tak bisa dikerjakan karena Goodall tak mampu lagi membaca surat-surat elektronik yang dikirim kepadanya.

Profesor emeritus itu dulu tergabung dalam kelompok teater amatir di Perth. Dia terpaksa keluar karena tak pernah bisa ikut latihan yang digelar malam hari.

Dengan penglihatan yang pas-pasan, Goodall tak lagi bisa menyetir sendirian saat matahari telah terbenam. Dulu dia aktif bermain tenis. Tapi, pada usia 90 tahun, dia harus menyerah dengan olahraga itu.

Kecelakaan yang menimpanya beberapa bulan lalu juga membuat dia tak bisa lagi menggunakan transportasi publik untuk pergi ke kampus. Goodall tinggal sendirian dan sempat jatuh dari ranjang.

Dia jatuh dengan posisi telentang. Tidak ada yang bisa dia pegang untuk berdiri dan tak ada seorang pun yang mendengar teriakannya.

Goodall tergeletak di lantai hingga dua hari. Dia ditemukan pembantunya yang datang beberapa hari sekali dan dilarikan ke rumah sakit.

Sejak saat itu, dia dilarang naik kendaraan umum maupun menyeberang jalan sendirian. ”Dilarang dan dibatasi seperti itu membuat saya sangat sedih,” tegas Goodall.

Peraih penghargaan Order of Australia itu akhirnya membulatkan tekad untuk mengakhiri hidup. Dia dibantu organisasi Exit International yang mengampanyekan pelegalan eutanasia.

Sudah 20 tahun Goodall tergabung dengan organisasi pimpinan Philip Nitschke itu. Rencananya Goodall mengakhiri hidup di Life Circle, Besel, Swiss. Putrinya, Karen Goodall-Smith, menyerahkan segala keputusan kepada sang ayah.

Lewat situs GoFundMe, Exit International membantu penggalangan dana untuk meng-upgrade tiket pesawat Goodall dan perawat yang menemaninya.

Yaitu, dari ekonomi ke bisnis. Saat ini uang yang terkumpul mencapai AUD 17 ribu atau setara Rp 178,4 juta.

Banyak pihak yang mengkritik pemerintah Australia. Mereka menilai, seharusnya Goodall bisa meninggal dengan tenang di rumahnya sendiri, didampingi orang-orang yang mencintainya. Bukannya harus terbang jauh hingga ke negara orang hanya untuk mati. (sha/c10/dos)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler