UMKM Dapat Berkah Selama Pandemi, Harus Terus Digencarkan

Sabtu, 10 April 2021 – 15:22 WIB
Universitas Nasional menggelar Focus Group Discussion (FGD) mengangkat thema 'Strategi Produk UMKM Dalam Menembus Pasar Global di Masa Pandemi'. Foto: Ist for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Nasional, Jakarta, Irma Indrayani menilai, upaya globalisasi harus makin digencarkan terhadap 64 juta usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di Indonesia.

Menurutnya, UMKM memperoleh berkah akibat runtuhnya usaha besar di masa pandemi COVID-19 setahun terakhir.

BACA JUGA: Banyak Perusahaan Gulung Tikar Akibat Kenaikan UMK

"Karena angka tersebut mencapai 99 persen dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia,” ujar Irma dalam sebuah focus group discussion (FGD) yang digelar Universita Nasional di Jakarta, Jumat (9/4).

Irma menyebut, saat ini banyak bermunculan UMKM baru yang  merupakan peralihan model bisnis dari usaha besar.

BACA JUGA: Nevi Harapkan Pelaku UMKM Mendapat Akses di Rest Area Tol Padang-Sicincin

Selain itu,  juga beralihnya gelombang orang-orang terkena PHK yang beralih profesi menjadi pebisnis UMKM.

“Saat ini total ada sekitar 12.234 UMKM eksportir atau sekitar 83 persen dari jumlah eksportir,” ucapnya.

BACA JUGA: Ekonom Apresiasi Keputusan Pemerintah Menambah Plafon KUR demi Bantu UMKM

Namun, lanjut Irma, UMKM menghadapi sejumlah tantangan dalam upaya menembus pasar global.

Di antaranya, perubahan bisnis dari konvensional menjadi digitalisasi, pengendalian inflasi yang berpengaruh terhadap harga produk UMKM dan daya beli masyarakat, kemampuan menembus akses pasar, terutama untuk masuk ke platform digital.

Diskusi mengangkat thema 'Strategi Produk UMKM Dalam Menembus Pasar Global di Masa Pandemi'.

Pembicara lain yang merupakan pengamat kebijakan publik Agus Muharram menyebut,  meskipun jumlah UMKM sangat besar, namun kontribusinya terhadap ekspor sangat rendah hanya 14 persen.

Ia membandingkan dengan Singapura yang mencapai 41 persen, Malaysia 18 persen, Thailand 29 persen, atau Jepang yang mencapai 25 persen.

Hal ini, lanjut Agus, bukan saja karena masalah kualitas produk atau masalah marketing. Namun karena rendahnya tingkat kemitraan pelaku UMKM.

"93 persen UMKM tidak melakukan kemitraan. Padahal kemitraan diperlukan tidak saja untuk menekan biaya produksi, tetapi juga untuk memperluas akses ke pasar global," katanya.

Mantan pejabat Kemenkop UKM ini menilai, kebijakan pemerintah terhadap UMKM sudah tepat.

Tinggal bagaimana UMKM memanfaatkannya untuk memperkuat kualitas produk, agar dapat menembus pasar ekspor.

Pembicara dari Sucofindo Soleh Rusyadi Maryam menyebut, ada 20 negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor pangan olahan, hasil perkebunan, olahan hasil hutan, furnitur, kerajinan, perhiasan, hasil tenun rayat dan sejumlah produk sejenis lain.

"Negara-negara tersebut antara lain, China, AS, Jepang, India, Singapura, Korea Selatan, Belanda, Jerman, Australia, hingga Hongkong, Italia, dan Spanyol,” katanya.

Menurut doktor ekonomi lingkungan Universitas Indonesia ini, UMKM harus didampingi mulai dari hulu hingga ke hilir, agar bisa melakukan ekspor.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler