Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdiknas, di DPR RI, Jakarta, Selasa (30/11)
BACA JUGA: Materi HIV/AIDS Diintegrasikan ke Kurikulum
"Banyak para pakar menilai, penyelenggaraan UN tidak memperhatikan azas keadilan bagi para siswa, karena standar yang ditetapkan pemerintah dalam UN tidak bisa diterapkan untuk seluruh daerah di Indonesia," ungkapnya.Padahal, lanjut Raihan, UU Sisdiknas pasal 4 ayat (1) secara jelas menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa
BACA JUGA: Indonesia Butuh 60 Perguruan Tinggi Baru
"Dalam realitas di lapangan, belum semua sekolah mendapatkan pelayanan dan perlakuan yang sama dari pemerintah," jelas Raihan.Selain itu, campur tangan pemerintah untuk ikut menilai hasil belajar peserta didik (hasil UN), juga dianggap tidak sesuai dengan UU Sisdiknas
BACA JUGA: Indonesia Terpilih jadi Pusat Keilmuan Gizi Asia Tenggara
Pemerintah hanya punya wewenang melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, sebagaimana tercantum dalam pasal 59 ayat (1).Akan tetapi, terang Raihan, tiba-tiba justru kewenangan pemerintah untuk menilai hasil belajar peserta didik muncul dalam PP 19 tahun 2005Yaitu pada pasal 63 ayat (1), yang menyatakan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
"Pasal dalam PP inilah yang membuka ruang secara terbuka bagi pemerintah, untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik dalam bentuk UNTragisnya, penilaian ini justru menjadi momok yang sangat menakutkan, tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi setiap satuan pendidikan, karena menyangkut prestise atau harga diri tiap sekolah," paparnya.
Lebih jauh, Raihan menambahkan, dalam formula penilaian untuk menentukan kelulusan peserta didik, pemerintah juga telah mengabaikan aspek proporsionalitas, karena komponen penilaian lain yang mensyaratkan peserta didik lulus dari satuan pendidikan saling memveto satu sama lain"Ini berarti, formula UN juga bertindak sebagai vonis kelulusan peserta didik," imbuhnya(cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Filipina Ingin Adopsi Pendidikan Madrasah Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi