jpnn.com - JPNN.com – Kejaksaan Agung mendapatkan apresiasi dalam menegakkan hukum. Hanya saja pada proses kasus pembelian hak atas piutang (cessie) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dilakukan PT Victoria Securities Indonesia pada tahun 2003, jaksa dinilai tebang pilih.
Kejagung hanya menyasar pihak swasta, padahal penegak hukum yang dikomandoi oleh Muhammad Prasetyo itu menyasar juga para pejabat BPPN selaku penyelanggara negara.
BACA JUGA: Menyangkut Kejiwaan, OC Kaligis Minta Sidang Ditunda Lagi
Pandangan itu disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir menanggapi kasus pembelian hak atas piutang (cessie).
"Kalau tebang pilih, itu masalah di managemen, kalau Jaksa Agung sebagai penegak hukum, yang penting harus dilihat dari perbuatannya, bukan malah mencari-cari kesalahan (pihak lain)," kata Mudzakkir saat dihubungi, Kamis (27/8).
BACA JUGA: DPR Heran Rini Ngotot soal PMN untuk RNI
Menurutnya, penegak hukum dalam hal ini Kejagung jangan sampai mengesampingkan perbuatan yang dilakukan penjabat BPPN. Karena, bagaimana pun kebijakan yang diambil oleh BPPN ketika itu mengakibatkan permasalahan ini.
"Apa yang dimaksud kebijakan itu, karena kebijakan waktu itu ada turut serta dan mengakibatkan permasalahan ini. Meski ketika itu sudah dipertimbangkan dikemudian hari bakal ada masalah seperti ini. Seharusnya BPPN bisa menjamin ini semua," katanya.
BACA JUGA: Ahok Akui Rekomendasikan Orang Gila Ikut Seleksi Capim KPK
Sementara itu, jaksa penyidik hingga kini belum mengetahui jumlah kerugian negara dalam kasus ini. Bahkan, penyidik juga belum dapat memastikan pasal apa yang digunakan untuk menjerat pelaku.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fariz Fachryan berpendapat bahwa dalam pengungkapan tindak pidana korupsi, seyogyanya harus diawali dengan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara.
"Biasanya memang seperti itu (penentuan) kerugian negara diawali ada laporan dari BPK,” kata Fariz.
Apalagi, jika Kejagung nantinya pada saat menjerat pelaku menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, harus disertai audit dari BPK.
"Tergantung pasal yang digunakan. Jika pasal 2 dan pasal 3 uu tipikor maka harus ada kerugian negaranya," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku, belum mengetahui jumlah kerugian negara dalam kasus ini.
"Secara kasat mata (Kerugian Negara) sudah. Sudah kita mintakan opini dari pihak-pihak yang memang diberikan kewenangan audit,” kata Prasetyo di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (21/8).
Bahkan, bekas politisi partai NasDem besutan Surya Paloh ini mengaku belum koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum melakukan penyitaan dan menggeledah VSI. Mengingat perusahaan tersebut bergerak di sektor keuangan.
"Pada saatnya nanti kita akan koordinasi dan minta keterangan,” ujarnya.
Kuasa hukum VSIC Irfan mengaku, kliennya adalah investor yang ditunjuk sebagai pemenang lelang atas Hak Tagih terhadap PT Adyaesta Ciptatama pada Lelang Program Penjualan Aset-aset Kredit IV (selanjutnya disebut ‘Lelang PPAK IV’) yang diselenggarakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) di era Presiden Megawati Soekarnoputri menjabat. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersangka Kasus UPS juga Dijerat Skandal Korupsi Printer dan Scanner
Redaktur : Tim Redaksi