Uni Eropa Apresiasi Pengelolaan Kelapa Sawit Indonesia

Rabu, 28 Maret 2018 – 06:17 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya dan delegasi bertemu Parlemen Uni Eropa. Foto: Ist

jpnn.com, BELGIA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar memimpin delegasi Indonesia bertemu dengan tiga elemen penting Uni Eropa, di Brussel, Belgia.

Ini dilakukannya di sela agenda pertemuan Working Group Komisi Eropa bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim.

BACA JUGA: Circular Economy, Saatnya Sampah Diubah jadi Energi

Bersama dengan unsur KLHK, Kemenko Perekonomian, Kementan, BPDP, serta KBRI, secara marathon Menteri Siti bertemu dengan Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa, Heidi Hautala; Komisioner Uni Eropa bidang lingkungan Karmeni Vella, dan Ketua Persahabatan Parlemen Indonesia-Uni Eropa, Ana Gomes.

Kesempatan ini dimanfaatkan Menteri Siti untuk menjelaskan perspektif lingkungan terkait dengan persoalan sawit paska resolusi sawit parlemen Uni Eropa.

BACA JUGA: Erin Sudah Sehat Setelah Belalainya Putus

Setelah mendapatkan penjelasan dari Menteri LHK Siti Nurbaya, Wapres UE Heidi Hautala mengapresiasi berbagai upaya Indonesia untuk memperbaiki pengelolaan kelapa sawit di Indonesia, terutama dalam aspek lahan.

''Selain itu dia juga melihat banyak kemajuan dalam hal penanganan lingkungan, termasuk sampah plastik. Namun begitu masih ada beberapa pekerjaan rumah, seperti monitoring independen SVLK,'' kata Menteri Siti dalam rilis pada media, Selasa (27/3/2018).

BACA JUGA: Dua Menteri Kongo Akan Belajar Gambut ala Jokowi


Hal senada disampaikan juga Komisioner Karmenu Vella yang membawahi bidang lingkungan.

''Dia menghargai berbagai kemajuan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Namun juga mengatakan kiranya pengambilan keputusan kebijakan impor terkait Uni Eropa, untuk terus diinformasikan,'' kata Menteri Siti.

Kedua pihak menghargai kerjasama pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), skema pertama yang berjalan dalam kerangka EU Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT).

Skema tersebut akan diterapkan untuk Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang sedang disempurnakan dan akan disahkan dalam sebuah Perpres pada akhir 2018.

Terkait hal itu Wakil Presiden Parlemen Uni Eropa menyarankan untuk mengintegrasikan ISPO dengan skema internasional Responsible Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Penerapan SVLK pada ISPO merupakan hal yang baik, karena EU mementingkan transparansi," ujar Hautala.

Dia menjelaskan bahwa sejak Kamis lalu dokumen proses pembahasan antara Parlemen, Dewan dan Komisi EU mengenai rencana pengenaan tarif untuk kelapa sawit terbuka untuk publik sesuai perintah pengadilan. Ini memudahkan Indonesia untuk mencermati dan menyampaikan respon.

* Kebijakan Pemerintah Indonesia

Dalam paparannya, Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan kembali komitmen pemerintah Indonesia dalam menekan angka deforestasi dan penguatan sistem sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan (Indonesia Sustainability Palm Oil/ISPO).

Indonesia, ditegaskannya, menjadi negara terdepan dalam agenda perubahan iklim dunia. Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, juga telah dikeluarkan berbagai kebijakan mengenai tata kelola hutan berkelanjutan dan perdagangan hasil hutan.

''Ini merupakan tahun kedua penerapan FLEGT untuk kayu Indonesia, semuanya berjalan baik dan menjadi contoh baik untuk seluruh dunia,'' ungkap Menteri Siti.

Indonesia merupakan negara pertama dan baru satu-satunya yang memperoleh lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) dari Uni Eropa.

Ini bentuk pengakuan internasional terhadap legalitas kayu Indonesia yang telah menerapkan sistem verivikasi legalitas kayu (SVLK). SVLK adalah sistem perdagangan kayu dengan memperhatikan prinsip legalitas, traceability, dan sustainability yang melibatkan multistakeholder dalam penyusunannya.

Menteri Siti juga mengungkapkan bahwa angka deforestasi di Indonesia saat ini telah menurun secara signifikan, dari 1,09 juta hektar menjadi 0,61 juta hektar.

Tahun 2020 diproyeksikan akan menurun menjadi 0,45 juta ha, dan 0,35 juta ha pada tahun 2030.

Tahun 2017, deforestasi bahkan sudah turun menjadi 497 ribu ha. Artinya sudah lebih dekat ke proyeksi tahun 2020.

''Ini hasil dari serangkaian tindakan, seperti moratorium ijin baru di lahan gambut dan hutan primer, penegakan hukum, tata pemerintahan yang baik, Perhutanan Sosial, FLEGT, tinjauan lingkungan setrategis dan lainnya,'' jelasnya.

Lebih lanjut, Menteri Siti yang didampingi Dubes RI Brussels, Yuri Thamrin, menjelaskan bahwa produksi kelapa sawit menjadi tumpuan hidup lebih dari 5,3 juta orang secara langsung dan 21 juta orang secara tidak langsung, di mana 42 persen di antaranya adalah petani kecil.

Bisnis ini juga telah menjadi sumber pendapatan bagi banyak pekerja di Eropa yang bekerja di industri hilir minyak sawit.

''Jika UE peduli dengan kelestarian lingkungan dan penghidupan masyarakat pedesaan, seruan kami adalah mendorong kerja sama antara Indonesia dan UE untuk meningkatkan legalitas dan industri sawit berkelanjutan,'' tegas Menteri Siti.

Indonesia juga bertekad menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dengan menyesuaikan SVLK yang berhasil di bawah skema FLEGT.

ISPO bertujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global dan mengurangi emisi gas rumah kaca serta menarik perhatian terhadap isu-isu lingkungan.

''Kami menargetkan bahwa pada akhir tahun ini Keputusan Presiden terkait hal tersebut akan keluar,'' tutup Menteri Siti.(jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Revisi Target Perhutanan Sosial 12,7 Juta Hektar


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler