jpnn.com, BRUSSEL - Diplomat tinggi Uni Eropa mendesak semua pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menghentikan seluruh operasi militer dan agar terlibat secara konstruktif dalam negosiasi perdamaian.
Ketika pesawat tak berawak Turki membantu mengusir pasukan Libya timur dari Tripoli bulan ini, Rusia dikabarkan memperkuat pasukan dengan pesawat tempur, meningkatkan pertaruhan dalam perang saudara yang telah memecah belah negara Afrika itu.
BACA JUGA: Erdogan dan Trump Bersepakat soal Pertumpahan Darah di Libya
Beberapa minggu terakhir telah menandai titik balik dalam konflik yang kompleks antara dua koalisi, yang masing-masing didukung oleh berbagai negara asing yang agenda regionalnya membuat mereka tidak mau menghadapi kekalahan.
Dalam pernyataan bersama dengan menteri luar negeri Jerman, Prancis dan Italia pada Selasa (9/6), kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menyepakati gencatan senjata dan menarik semua pasukan asing, tentara bayaran dan peralatan militer.
BACA JUGA: Ladang Minyak Terbesar Libya Kembali Dibuka, Amerika Langsung Semringah
Pernyataan bersama itu dikeluarkan seiring dengan peningkatan upaya diplomatik oleh Jerman untuk mendorong solusi politik bagi krisis Libya.
Sebelumnya pada Selasa (9/6), Kanselir Angela Merkel saat melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui sambungan telepon menyatakan keprihatinannya atas peningkatan pertempuran baru-baru ini di Libya.
BACA JUGA: Rusia Kirim 14 Jet Tempur ke Libya, Respons Amerika Bikin Situasi Makin Gawat
Pada Senin (8/6), Merkel dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi membahas situasi di Libya. Merkel mengatakan kepada Sisi bahwa perundingan yang didukung oleh PBB harus tetap menjadi tujuan utama proses perdamaian di Libya.
Di negara itu, Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional berperang dengan Tentara Nasional Libya pimpinan Jenderal Khalifa Haftar di timur.
Pada Sabtu (6/6), Sisi mengusulkan gencatan senjata baru setelah GNA yang didukung Turki membukukan serangkaian kemenangan atas pasukan Haftar, menggagalkan upaya kelompok pemberontak untuk menyatukan negara dengan kekuatan yang berasal dari bantuan Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil