Eskalasi konflik bersenjata di Papua kembali terjadi setelah kelompok separatis bersenjata menyerang Tim Gabungan Satgas Yonif R 321/GT dan Kopassus di Kabupaten Nduga, Sabtu (15/04) sore. Enam orang meninggal dan 30 lainnya hilang belum diketahui nasibnya.

Pemerintah Indonesia menyebut para penyerang sebagai Kelompok Teroris Separatis Papua (KTSP), sementara mereka menyebut dirinya sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

BACA JUGA: Bagaimana Pelecehan Seksual Rentan Terjadi di Lingkungan Pemberi Bantuan

Menurut laporan kepada Panglima Divisi 1 Kostrad yang dikutip media lokal, tim gabungan TNI yang diserang KTSP di Kabupaten Nduga. terpencar menyelamatkan diri menuju daerah pegunungan.

Disebutkan bahwa kegiatan Tactical Floor Game (TFG) dilaksanakan Dankolakopsrem 172, Dansatgas 321 dan Satgas Gabungan Kopassus dengan menurunkan 36 prajurit untuk mengevakuasi pilot asal Selandia Baru Phillip Mark Mehrtens.

BACA JUGA: Pilot Susi Air Masih Disandera KKB, Panglima TNI Tiba di Papua

Perbedaan jumlah korban

Juru bicara Kodam Papua Kolonel Herman Taryaman mengkonfirmasi hanya satu prajuritnya yang tewas, dan masih menyelidiki informasi tentang sembilan prajurit yang ditahan oleh pemberontak.

"Belum diketahui secara pasti berapa banyak tentara Indonesia yang tewas dan terluka," kata Kolonel Herman.

BACA JUGA: Kecam Aksi KKB, Dave Meminta Pemerintah Bersikap Tegas

"Kami masih melakukan pencarian, namun akibat hujan lebat, cuaca berkabut, dan kurangnya komunikasi menghambat upaya pencarian dan evakuasi," tambahnya.

Juru bicara TNI Laksamana Pertama Julius Widjojono mengatakan operasi pencarian terhadap para prajurit yang hilang akan dilakukan "dengan kekuatan maksimal".

Dia menjelaskan bahwa para pemberontak menyerang pasukan TNI saat mereka menyisir daerah yang dekat dengan posisi pilot dan penculiknya.

Juru bicara TPNPB Sebby Sambom menyatakan para pejuang kelompok itu melakukan serangan sebagai bentuk balas dendam atas pembunuhan dua pemberontak dalam baku tembak dengan pasukan Indonesia bulan lalu.

Sebby menyebut sedikitnya sembilan anggota pasukan elit TNI dari Kopassus dan Kostrad tewas dalam serangan hari Sabtu (15/04).

Dia mendesak mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan operasi militernya di seluruh wilayah Papua.

Menurut Sebby, TPNPB telah mengajukan tawaran negosiasi dengan Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru untuk pembebasan Phillip, tapi mengatakan mereka tidak mendapatkan tanggapan.

"Pemerintah Indonesia harus menghentikan operasi keamanannya di Papua dan bersedia bernegosiasi dengan para pemimpin kami dengan mediasi pihak ketiga yang netral dari badan PBB," kata Sebby.Klaim 12 mayat prajurit TNI belum dievakuasi

Dalam siaran pers Kepala Staff Umum TPNPB Terryanus Satto yang diterima ABC Indonesia, Senin (17/04), disebutkan bahwa pimpinan TPNPB Daerah Pertahanan III Ndugama Derakma Papua Perek Jelas Kogeya melaporkan pasukannya menembak mati 13 anggota TNI dan merampas senjata dan amunisi mereka.

Disebutkan, Perek Kogeya mengatakan baru satu mayat prajurit TNI yang dievakuasi sedangkan 12 jenazah lagi belum dievakuasi.

"Sembilan anggota TNI yang ditangkap Pasukan TPNPB pada 15 April 2023, dieksekusi mati pada tanggal 16 April 2023. Jadi sudah dieksekusi, sehingga seluruh anggota TNI yang ditembak mati oleh pasukan TPNPB berjumlah 15 orang," kata Terryanus Satto.

Menurut versi TPNPB, pada hari kejadian sebanyak enam helikopter TNI dirkerahkan untuk mengejar pasukan TPNPB termasuk Silas Elimin Kogeya, Yudas Daniel Kogeya dan Daud Lokbere.

TPNPB mengklain pilot pesawat Susi Air asal Selandia Baru yang mereka sandera selama ini, dapat terancam karena adanya operasi militer Indonesia melalui serangan udara menggunakan helikopter.  

Dalam siaran pers disebutkan bahwa Panglima TPNPB Komando Daerah Pertahanan III Brigjen Egianus Kogeya menyatakan, perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai Papua merdeka penuh dari Indonesia. Eskalasi kekerasan dan dialog kemanusiaan

Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengatakan sejak penyanderaan pilot tersebut, eskalasi kekerasan bersenjata terus meningkat di wilayah Nduga, termasuk adanya penembakan seorang ibu dan seorang pemuda pada dua pekan lalu.

 "Sejak penyanderaan pilot sampai saat ini sudah banyak warga yang mengungsi ke ibukota Kabupaten Nduga," jelasnya kepada Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.

Frits berharap, insiden Sabtu pekan lalu bisa menjadi momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim gabungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyelesaikan konflik kekerasan di Papua.

Eskalasi kekerasan, kata Frits, justru akan semakin menyulitkan upaya pembebasan sandera melalui mekanisme dialog dan perundingan.

"Sejak awal Komnas HAM Papua menyebutkan perlu dilakukan dialog kemanusiaan ... ini untuk membatasi siapa-siapa yang perlu diajak untuk berdialog, misalnya TPNPB, korban, keluarga korban, pemerintah Indonesia."

"Lalu berdialog di mana? Terserah, bisa berdialog di Jakarta, di Papua, di Vanuatu, atau Australia, kan Indonesia punya pengalaman menyelesaikan konflik kekerasan bersenjata di Aceh [melalui dialog], nah mestinya [formula] itu bisa dipakai."Operasi pembebasan sandera

Jubir TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan operasi militer di Papua dilakukan justru untuk menghindari jatuhnya korban massal.

"TNI tidak pernah mundur satu kali pun dalam menjaga kedaulatan wilayah kami. Hal ini diterapkan secara konsisten di Papua," katanya.

Pasukan pemberontak TPNPB pada Februari menyerbu sebuah pesawat bermesin tunggal tak lama setelah mendarat di landasan kecil di Paro, Nduga, menculik pilotnya.

Pesawat ini dijadwalkan untuk menjemput 15 pekerja konstruksi setelah pemberontak separatis mengancam akan membunuh mereka.

Pertempuran hari Sabtu merupakan insiden bersenjata terbaru dari serangkaian peristiwa kekerasan dalam beberapa tahun terakhir di Papua.

Konflik antara penduduk asli Papua dan pasukan keamanan Indonesia mrupakan hal sudah yang biasa terjadi.

Papua dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia pada tahun 1969, setelah referendum yang disponsori PBB yang secara luas dianggap diwarnai kecurangan.

Serangan pemberontak meningkat dalam setahun terakhir, dengan puluhan pemberontak, pasukan keamanan dan warga sipil tewas.

ABC/AP

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prajurit Tewas Diserang KKB, Legislator Ini Minta Evaluasi Penanganan Keamanan di Papua

Berita Terkait