Alex Hutabarat adalah seorang chef asal Tapanuli, Sumatera Utara, yang bekerja di Australia. Lewat keahlian dan pengetahuan budayanya, ia membantu anak-anak di kampung halamannya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Alex Hutabarat. Foto: Koleksi pribadi
Alex Hutabarat sudah tinggal di Australia sejak tahun 2006, tetapi ia tidak pernah melupakan kampung halamannya.
BACA JUGA: Tidak Transparan Soal Kepentingan Pribadi, Pejabat Lokal di Sydney Diskorsing
Ia pernah bekerja di sebuah restoran pizza, yang juga menghidangkan masakan Indonesia dan Asia di Melbourne.
BACA JUGA: Terkait Pelaku Video Propaganda ISIS, 2 Rumah di Melbourne Digeledah
Kemudian ia menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak tidak mampu di desa Pagarsinodi, Tapanuli Utara.
Desa ini letaknya sekitar 8 jam dari kota Medan. Lokasinya masih jauh dari sentuhan pembangunan, sehingga tingkat pendidikannya pun masih rendah.
BACA JUGA: Bus Ambulan Senilai Rp7 Miliar Tidak Bisa Lalui Jalur UGD
"Rencana saya saat itu adalah membuat membuat rumah belajar bagi anak-anak secara gratis, yang juga mengajarkan bahasa Inggris dan menyediakan perpustakaan."
Alex pun tidak kehabisan akal untuk terus mengumpulkan dana untuk mewujudkan impiannya membantu anak-anak di Pagarsinodi.
Di tahun 2012, ia pernah membuat acara lelang yang mendapat sambutan luar biasa dari kenalan dan pelanggan restoran, yang berasal dari kawasan Koroit dan Warranmbool.
Tak hanya itu, Alex pun memiliki ide untuk menyediakan kaleng donasi bagi pelanggan restoran yang ingin menyumbangkan uang.
Niat baik Alex dan seluruh usahanya telah membuahkan hasil.
"Saat ini kita sudah membangun dua kelas untuk Rumah Belajar Pagarsinondi di Desa Jamburnauli dan Pagarsinondi," kata Alex yang kini bekerja sebagai chef di rumah jompo Nsmbya Lyndoch Living di kawasan Warrnambool.
"Ada sekitar 150 anak yang datang untuk belajar bahasa Inggris gratis dan juga perpustakaan. Selama lima tahun kita dibantu oleh teman-teman di Warrnambool dan juga di Indonesia untuk menggalang dana membantu pembangunan rumah belajar ini," tambahnya.
Tak hanya sampai disitu. Alex pun kini berupaya untuk memperkenalkan budaya Batak bagi anak-anak sekolah di Victoria.
Ia pernah mengajarkan bahasa Indonesia dan Tarian Batak, 'Manortor' di sejumlah sekolah di Victoria, diantaranya di St Patrick Primary School di Koroit dan Monivae College di Hamilton.Suasana saat Alex mengajarkan tarian Tortor di Monivae College di Hamilton.
"Awalnya ada tamu yang datang ke restoran kami, seorang guru yang kebetulan di sekolahnya ada pelajaran bahasa dan budaya Indonesia, kemudian mengajak saya untuk mengisi kelasnya," ujar Alex yang dibantu oleh istrinya.
"Saat mengajar, reaksi murid-murid sangat baik, karena mereka tertarik dengan budaya Indonesia yang berbeda. Kebanyakan anak-anak dan warga Australia hanya tahu Bali atau Jawa, kurang mengenal budaya lain, seperti di Sumatera," kata Alex kepada Erwin Renaldi dari ABC International.
"Guru-guru pun memberi tanggapan yang bagus, sangat jarang ada warga Indonesia yang tinggal di daerah pinggiran Victoria, sehingga bisa memberikan pengetahuan secara langsung pada murid-murid yang biasanya hanya didapatkan dari buku."
Anak-anak sekolah yang ikut membantu menyumbangkan buku. Koleksi: Pribadi.
Murid-murid dari sekolah-sekolah ini pun ikut membantu Alex dengan rumah belajarnya.
"Mereka mengumpulkan buku-buku dan barang-barang bekas, juga menggalang dana."
Kini Alex sedang menjalankan kampanye 1.000 buku untuk anak-anak di Pagarsinodi.
"Satu buku yang Anda sumbangkan mungkin akan menjadi awal masa depan dan motivasi bagi anak-anak di kemudian hari."
Kisah Alex menjadi bukti dan inspirasi bahwa dimana pun Anda berada, bisa tetap ikut berperan membangun masa depan bangsa.
Anak-anak di desa Pagarsinondi. Foto: Koleksi pribadi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Google apps Kini Bisa Kenali dan Lafalkan Nama Tempat dan Kolokial Australia