Urusan Tanah Warisan, Ibu Digugat Empat Anak Kandung

Kamis, 22 Februari 2018 – 05:34 WIB
Sertifikat tanah. Foto: Radar Semarang

jpnn.com, BANDUNG - Cicih, 78, warga Jalan Embah Jaksa, Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, digugat empat anak kandungnya karena menjual warisan almarhum suaminya yang telah dihibahkan kepadanya.

Keempat anaknya yakni Ai Sukmawati, Dede Rohayati, Ayi Rusbandi, dan Ai Komariah. Rincian gugatan antara lain materil Rp 670 juta, terdiri atas harga bangunan senilai Rp 250 juta dan harga tanah Rp 5 juta per meter.

BACA JUGA: Cowok Cewek Ini Kejam, Bunuh Kakek Dipicu Urusan Warisan

Untuk imateril, berupa kehilangan hak subjektif yaitu hak atas harta kekayaan, kehilangan kepastian hukum, dan kehormatan di masyarakat, yang dinominalkan sebesar Rp 1 miliar.

Kuasa Hukum Ibu Cici, Hotma Agus Sihombing menjelaskan, dalam gugatan itu tercatat dalam Perkara Perdata Nomor: 18/PDT.G/2018/ PN BDG itu, diketahui jika almarhum suami Cicih, S. Udin sudah membagikan harta kepada anaknya.

BACA JUGA: Kisah Ibu Digugat Anak Kandung Paling Disayang

Rinciannya, kata dia, tanah dan bangunan di Jalan Embah Jaksa Nomor 19 RT 01/RW 01 Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung.

Kemudian tanah dan kebun di Cilengkrang, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, dan sawah di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.

BACA JUGA: Merinding! Saran Pak Hakim pada Anak Gugat Ibu Kandung

”Anak-anaknya tersebut diwarisi luas tanah dengan ukuran berbeda,” ucap Hotma, Rabu (21/2).

Dia memaparkan, Ai Sukmawati mendapatkan sebidang tanah dan bangunan luas 1.070 meter persegi (m2), tanah dan kebun seluas 20 tumbak , dan sawah seluas 50 tumbak.

Untuk Dede Rohayati, kata dia, tanah dan bangunan seluas 116,6 m2. Lalu, tanah dan kebun seluas 116,6 m2, tanah dan kebun seluas 116,6 m2, dan sawah 50 tumbak.

Untuk Ayi Rusbandi, mendapatkan tanah dan bangunan seluas 342 m2 dan sawah 57 tumbak. Sementara Ai Komariah, mendapatkan tanah dan bangunan seluas 222,58 m2 dan sawah 50 tumbak.

”Nah, setelah dikasih ke anak-anaknya, rumah yang ditempati ibunya dihibahkan juga suaminya ke istrinya (cicih),” jelasnya.

Rincian lain, Cicih mendapatkan hibah dari almarhum suaminya berupa tanah dan bangunan seluas 332 m2.

Dalam akta hibah tersebut dipaparkan, ketika Cicih meninggal maka harta tersebut diberikan kepada anaknya Alit (turut jadi tergugat, Red).

Hotma mengungkapkan, selama ditinggalkan suaminya, Cicih tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan untuk menyambung hidupnya.

Sebaliknya, anak-anaknya tak pernah menengok atau memperhatikan ibunya. Sedang Cicih harus membiayai sekolah anak-anak yang menggugatnya tersebut.

Dia juga menjelaskan, Cicih selama ini terpaksa mengutang kepada tetangganya yang seiring waktu utang tersebut semakin membengkak.

Bahkan Cicih terpaksa menjual 91 meter persegi tanah dari 332 meter persegi hibah dari suaminya kepada orang lain dengan harga Rp 250 juta.

”Sampai hari ini masih ada anaknya penggugat dibiayai dan hidup dengan Bu Cicih. Bu Cicih tidak punya uang. Ada sisa dan merasa ada hibah dari suaminya yang diberikan padanya untuk mempertahankan hidupnya karena ga dikasih anaknya,” tuturnya.

”Bu Cicih berutang ke tetangga untuk sambung hidup,” jelasnya.

Menurutnya, uang hasil penjualan tanah milik Cicih tersebut bukan hanya untuk melunasi utang. Tapi juga untuk membangun sebuah kos-kosan untuk anaknya. Termasuk biaya rehab rumah salah satu anaknya.

”Uang tersebut gak dimakan habis Bu Cicih. Atau untuk membiayai cucunya yang juga anaknya penggugat membiayai bu cicih. Bahkan Anak-anaknya penggugat hidup serumah,” jelasnya.

Nyatanya, pengorbanannya ini mendapatkan tanggapan negatif dari anak-anaknya. Cicih dituding menjual tanpa sepengetahuan mereka dan menggugatnya.

”Ya kan tega anak kandung gugat ibu. Memang negara kita udah sakit, memangnya masyarakat gak ada jalan lain,” jelasnya.

Hotma Agus menuturkan, dalam sidang telah diagendakan untuk mediasi. Meski, para penggugat akan mencabut laporannya dengan beberapa syarat perjanjian.

”Usulan mereka (penggugat) minta batalkan perjanjian jual beli dengan harga Rp 910 juta, karena menurut versi penggugat semeter Rp 10 juta. Faktanya ngarang harga pasaran Rp 3 juta per meter. Jual beli ga Rp 250 juta. Sementara yang Rp 138 juta habis dipakai membangun kos-kosan,” tuturnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat Tina Yulianti Gunawan meminta, tidak melihat kasus tersebut dari sudut pandang gugatan yang dilakukan anak terhadap ibunya. Namun melihat dari perbuatan yang dilakukan tergugat (Cicih).

”Intinya jangan dilihat dari seorang anak yang mengajukan gugatan terhadap ibunya tapi perbuatannya. Tapi sekarang dalam posisi tahap mediasi, mudah-mudahan ada titik temu,” jelasnya.

Ketika disinggung perbuatan yang dimaksud dalam kasus tersebut, Tina menjawab, tergugat Cicih menjual warisan tanpa sepengetahuan ahli waris. ”Ada warisan yang dijual tanpa persetujuan ahli waris lain,” tandasnya.

Sementara itu, Sosiolog dari Unpad Ari Ganjar Herdiansah memandang, dari perspektif norma norma sosial, kasus Cicih bisa dianggap melanggar oleh masyarakat. Sebab, empat anak sampai hati menggugat ibu mereka sendiri.

”Ini juga bisa dianggap sebagai satu sanksi sosial bagi ke empat anak itu, bahwa tindakan mereka itu tidak dibenarkan secara norma norma budaya. Akan tetapi di sisi lain juga, kita juga memiliki mekanisme hukum, norma hukum, di mana setiap warga negara berhak mendapatkan atau berhak menempuh prosedur hukum untuk mendapatkan keadilan,” papar Adi, kemarin.

Lantas mengapa kasus tersebut belakangan mencuat setelah kejadian serupa di Garut? Menurut Adi, kasus ini memang ada satu pergeseran. Hubungan keluarga tergerus tekanan ekonomi.

”Sehingga mereka merasakan adanya suatu tekanan ketidakpastian dengan sumberdaya ekonomi yang terbatas. Dan mereka (penggugat, Red) mengandalkan itu untuk kelangsungan hidup mereka maupun keturunannya. Dan, saya kira dengan transisi semacam inilah yang mendorong anak-anak ini bertindak untuk melaporkan ibunya terhadap suatu proses hukum,” tandasnya. (ign/pan/rie)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengakuan Yani Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 Miliar


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler