jpnn.com - SURABAYA - AR, (17) tersangka pembunuhan terhadap Ni Made Prabawanti Gowinda Dewadatta, terlihat tidak menyesali perbuatannya.
Setidaknya, itulah pengakuan yang didapatkan keluarga korban.
Jawa Pos mendatangi kediaman Kadek di Jalan Wiguna X/18 kemarin siang (12/10). Deretan kursi plastik masih berjajar di depan rumah berpagar cokelat itu.
BACA JUGA: Bekas Ketua BK Dewan Divonis Pidana Penjara
Tenda duka juga belum dicopot meski jumlah pelayat muai berkurang. Mendung kemarin seolah masih melengkapi suasana duka pasangan I Made Ardan dan Ni Ketut Sukarni, orang tua Kadek.
Sukarni, ibu Kadek, mengatakan bahwa keluarganya mengenal AR. "Semuanya berawal dari masa orientasi siswa (MOS). Waktu itu dipanas-panasi sama teman-temannya," cerita perempuan berusia 51 tahun tersebut.
Pada 2013 keduanya baru masuk SMA swasta di kawasan Surabaya Timur.
Ketika itu, kata Sukarni, mereka dicomblangi teman-temannya. Kadek tak peduli, tapi tidak dengan AR.
Remaja berbadan gempal tersebut justru tertantang. Dia pun getol mendekati gadis kelahiran 7 Maret 1998 itu.
Dari hari ke hari, Kadek dan AR kian akrab. Suatu hari AR menjemput Kadek di rumahnya. Di sana, Sukarni menasihati AR.
BACA JUGA: Jess Terisak, Inilah Kalimat Lengkap Pleidoinya
"Saya bilang bahwa mereka masih sekolah. Sebaiknya mikir itu dulu, jangan aneh-aneh," lanjutnya.
Nasihat itu ternyata cuma masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Kenyataannya, AR malah nekat membawa kabur Kadek dari rumah.
Ketika itu, Kadek pamit untuk mengerjakan tugas. Ternyata dia dibujuk untuk ikut AR.
Keluarga kebingungan mencari Kadek. Rupanya ada kasus lain yang juga membelit AR. Dia dilaporkan membawa kabur sepeda motor milik tetangganya. AR pun disidang dalam kasus penggelapan. "Lima kali sidang kami datang," kenang Sukarni.
Saat masa persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, keluarga AR menemui keluarga Kadek. Ketika itu, keluarga AR meminta bisa mengasuh Kadek.
BACA JUGA: Pembunuh Pacar Sendiri Dijerat Tiga Pasal, Ancaman Hukumannya...
Tentu saja, hal itu ditolak Sukarni. Dia masih memikirkan pendidikan Kadek.
Setelah putusan pengadilan dijatuhkan, Sukarni ingin menjauhkan anaknya dari AR. Dia memutuskan untuk mengganti semua nomor handphone. Kadek juga diminta begitu.
"Kami ingin memutuskan komunikasi dengan dia. Ya, biar tidak mengganggu lagi," ujarnya.
Namun, tiga bulan lalu AR kembali datang ke rumahnya. Padahal, saat itu keluarga Kadek sudah melupakannya.
"Saya sampai pangling. Memang sudah lupa sama wajahnya," tuturnya.
AR datang untuk meminta maaf. Saat itu dia bertemu langsung dengan Ardan dan Sukarni. Kadek sedang tidur.
Keduanya kembali menasihati AR agar tidak mengganggu Kadek. Dia perlu berfokus kuliah.
Tapi, hal itu tidak digubris AR. Hingga saat kejadian Kamis itu (6/10), tidak pernah ada yang menyangka bahwa Kadek akan bertemu AR.
"Memang saya suruh servis motor. Tapi, hampir seharian handphone-nya tidak bisa dihubungi," ucapnya.
Sempat ada WhatsApp masuk malam harinya melalui handphone Kadek. Saat itu Sukarni menerima foto bukti pembayaran, seolah ingin menunjukkan bahwa Kadek sudah memperbaiki sepeda motornya.
Tapi, saat ditanya posisi Kadek di mana, sang ibu tidak mendapatkan jawaban.
Sekitar pukul 23.30, kembali ada WhatsApp masuk. Isi pesannya berbunyi agar Ardan maupun Sukarni tidak memarahi AR lagi.
Sebab, yang salah bukan dia, melainkan Kadek. Tentu saja, pasangan suami istri tersebut bingung.
Berdasar waktu itu, berarti Kadek telah dibunuh. Artinya, yang mengirim pesan itu adalah AR. "Lalu, dia minta PIN ATM. Kami bertambah bingung," lanjutnya.
Dari sana sudah timbul kecurigaan karena tidak mungkin Kadek lupa PIN-nya.
"Dia bilang: Ma, aku lupa, mungkin ini yang pakai tanggal ulang tahun mama ya? Maaf, Ma, kepalaku habis terbentur tembok," tulis AR dengan menggunakan handphone Kadek.
Sukarni akhirnya memberikan PIN ATM itu. Ada uang Rp 50 ribu yang diambil AR.
Bagi keluarga korban, sosok AR begitu dingin. Sekilas, dia memang pendiam. Namun, dia bisa berubah menjadi sosok yang membahayakan.
Saat ditangkap di Jagir, AR malah berlagak seperti pemain drama. Dia meminta maaf dan berjanji menunjukkan Kadek. Tapi, saat berada di lokasi pembunuhan, dia tenang-tenang saja.
Pernyataan lebih tegas disampaikan Ardan, ayah Kadek. Dia ingin pembunuh anaknya itu dihukum mati. "Bahaya kalau dia bebas lagi. Dulu membawa kabur, sekarang membunuh, besok mau melakukan kejahatan apa lagi," katanya geram.
Sementara itu, usia AR yang masuk kategori anak-anak membuatnya terhindar dari hukuman maksimal. Bila terbukti melakukan pembunuhan, dia hanya dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun.
AR untuk kali kedua harus berurusan dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya. Dia telah resmi menjadi klien bapas. Pada Senin lalu (10/10), penyidik membawa AR ke bapas untuk bertemu dengan pembimbing kemasyarakatan (PK).
Kasi Bimbingan Klien Anak Bapas Kelas I Surabaya Tri Pamoedjo mengatakan, saat datang, AR begitu tenang. Bahkan, Tri sempat berbincang dengan remaja 17 tahun tersebut. Dia menanyakan seputar motif AR melakukan tindak pidana pembunuhan.
Dengan santai, AR menjawab bahwa dirinya tega melakukan kekejaman terhadap Kadek karena sakit hati. Dia jengkel terhadap korban maupun keluarganya yang pernah memasukkan dirinya ke penjara gara-gara melarikan Kadek.
"Dari sorot matanya, dia (AR) biasa saja. Seperti tidak menyesal (melakukan pembunuhan, Red)," kata Tri.
Satriyo, PK yang saat ini menangani AR, menyatakan hal serupa. Saat diwawancara, ekspresi AR datar-datar saja.
"Tidak sedih atau menangis. Tegar sekali," ujarnya. AR hanya mengeluh mengantuk dan lelah.
Kemudian, dia meminta izin untuk buang air kecil ke belakang di tengah perbincangan.
Petugas bapas sempat khawatir. AR ke belakang cukup lama. Hampir seperempat jam. Saat kembali ke ruang klien anak, dia mengaku badannya sudah segar. "Seger Pak, wingi gak adus. Saiki adus, segerrr (Segar Pak, kemarin tidak mandi. Sekarang mandi, segar)," ucap Satriyo yang menirukan uacapan AR. (did/may/c7/git/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ckckck, Mau Lihat Pengedar Sabu Mewek, Yuk Lihat Wajahnya
Redaktur : Tim Redaksi