Setiap harinya, Unit Investigasi Perlindungan Anak di Kepolisian Queensland, Australia menangani setidaknya satu kasus dimana anak dibawah umur terlibat dalam 'sexting'.

Sexting adalah mengirim, menerima, atau meneruskan pesan-pesan bermuatan seksual, termasuk dalam bentuk foto atau video melalui telepon genggam.

BACA JUGA: Kecepatan Skuter Mobilitas Pun Dibahas Politisi Australia

Detektif Sersan Angus Kerr dan timnya mendapat tanggung jawab untuk menangani kasus ini.Ia mengatakan bahwa anak-anak yang terlibat dalam 'sexting' semakin berusia muda, yang menurutnya mengecewakan.

"Rata-rata kita menangangi satu atau dua kasus, setiap harinya," kata Sersan Angus.

BACA JUGA: Korban Minta Plakat Pelaku Pelecehan Seksual Dicabut dari Katedral Santa Maria

"Kadang kita tidak mendapatkan sama sekali, tapi kemarin ada tiga kasus."

"Tidak terlalu mengejutkan bagi saya, saya sudah melakukan tanggung jawab ini cukup lama, jadi tak lagi mengejutkan."

BACA JUGA: Anak Keterbelakangan Mental Terancam Dideportasi dari Australia

Biasanya, anak-anak mengumpulkan foto-foto sensual dari dirinya sendiri kemudian membuat folder pribadi.

Foto-foto ini diunggah ke aplikasi 'Snapchat', dengan sebutan 'For Your Eyes Only'.

Kemudian mereka memberikan nama login dan password mereka kepada orang yang mereka sukai, sehingga orang tersebut bisa melihatnya.

Orang tersebut kemudian memberitahu tiga orang temannya, dan membagikan login dan passwordnya, sehingga mereka semua bisa mengaksesnya.Anak-anak melanggar hukum

Di Australia, siapa saja yang berusia di bawah 16 tahun mengirimkan gambar seksual adalah pelanggaran hukum, bahkan jika anak itu sendiri itu menjadi korbannya.

"Jika seorang anak berusia 12 tahun mengambil foto telanjang dari mereka sendiri [dan] mengirimkannya ke orang lain, mereka telah melanggar melakukan perbuatan eksploitasi anak, memilikinya dan mendistribusikannya," kata Sersan Angus.

Jika kasusnya masuk ke pengadilan, anak itu bisa masuk daftar pelaku seks anak, jarang tapu tetap bisa terjadi, katanya.

"Ketika mereka masih anak-anak, ada banyak faktor dipertimbangkan kepolisian," tambahnya.

Pengadilan adalah pilihan terakhir. Pilihan lainnya adalah polisi tidak melakukan tindakan apapun, tapi meminta anak-anak untuk lebih berhati-hati dan mengikuti pelatihan.

Tapi apakah anak-anak sadar akan hukum?

"Mereka tidak menyadarinya, mereka sendiri terkejut. Mereka tahu itu salah, tapi mereka tidak tahu jika mereka telah melanggar hukum," kata Sersan Angus.

Ia mengatakan polisi harus menyelidiki semua kasus yang jadi perhatian mereka, kebanyakan melalui sekolah.

"Mereka berkewajiban memberi tahu kita tentang hal semacam itu," katanya.

"Bisa berasal dari orang tua anak korban atau mungkin teman-temannya yang membiarkan kita tahu."Saran bagi orang tua

Sersan Angus mengatakan jika orang tua memberikan izin anaknya berada di jejaring sosial, mereka perlu memonitornya.

Ia mengatakan orang tua harus mencari tahu aplikasi apa yang tersedia untuk anak-anak mereka dan apa yang bisa mereka lakukan.

"Coba lihat telepon mereka, ambil telepon mereka, dapatkan passwordnya," katanya.

"Jika mereka tidak ingin memberikan passowordnya, ambil saja ponsel mereka dari mereka, sesederhana itu."

Adapun saran untuk anak-anak: "Jangan lakukan itu, saya pikir ada kampanye 'Simpan saja selfie untuk diri sendiri' dan memang begitu," katanya.

Baca juga:

Cerita Korban Pemerasan Gambar Seksual Lewat Internet

51 Persen Mahasiswa di Australia Alami Pelecehan SeksualMenyebabkan keputusasaan

Heidi Germann, seorang psikolog klinis yang berbasis di Rockhampton, telah melihat hal yang serupa berkaitan dengan sexting dalam prakteknya. Sesuatu, yang menurutnya, hampir tak pernah terdengar 10 tahun yang lalu, Heidi Germann mengatakan orang tua perlu berbicara dengan anaknya soal sexting.

Inga Stünzner

Ia mengatakan 'sexting' cenderung dimulai saat anak-anak mulai SMA, mengalami masa pubertas dan diizinkan membawa telepon genggam ke sekolah.

"Orangtua sering datang dengan anak yang putus asa atau mereka sendiri sangat putus asa karena menyadari anaknya telah melakukan sesuatu yang sama sekali tidak mereka ketahui," kata Heidi.

"Ini benar-benar sulit bagi mereka dan ada rasa malu yang sangat besar."

Heidi mengatakan dalam banyak kasus, anak pria meminta anak perempuan untuk mengirim gambar eksplisit dan anak-anak perempuan ini tidak tahu fotonya mau diapakan.

Pada saat mereka baru sadar, foto-foto tersebut sudah "tersebar di antara anak-anak di sekolah".

Heidi mengatakan yang paling sering adalah situasi ini tidak ditangani dengan baik.

"Saya rasa tidak ada konsekuensi bagi mereka yang melakukan ini dan saya rasa tidak ada pendidikan cukup soal ini," katanya.Tersebar ke 'ribuan orang'

Heidi mengatakan orang tua menculik tanggung jawab dan perlu untuk meningkatkan dan memulai mengasuh anak.

"Sejujurnya, saya pikir kami telah menyerahkan banyak pengabdian kami kepada teknologi dan itu memiliki konsekuensi sepanjang jalan," katanya.

"Orangtua perlu menyadari apa yang mereka serahkan kepada anak mereka saat mereka memberi mereka telepon genggam.

Dia mengatakan bahwa menyelesaikan masalah ini adalah tentang melakukan percakapan, dan berbicara tentang seksualisasi anak-anak dan akses mudah mereka ke gambar online.\

Sekolah juga perlu memiliki komunikasi ini, walaupun mereka berjalan dengan canggung, kata Germann.

"Jika mereka memiliki percakapan, mereka mendorongnya dan jika mereka tidak memiliki percakapan mereka lalai karena tidak membicarakannya," katanya.

"Satu hal yang saya katakan pada remaja saat mereka masuk adalah, jika Anda pernah mengambil gambar dari diri Anda sendiri, pastikan Anda tidak memasang wajah Anda dalam gambar itu."

Diterbitkan 8/09/2017 pukul 16:30 AEST, simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... RS Ballarat Keliru Kirim Kabar Kematian Pasien Lansia

Berita Terkait