jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid sangat prihatin dengan kembali terjadinya penistaan terhadap rumah ibadah.
Hidayat mendorong pembentukan Panitia Kerja (Panja) pada Komisi VIII DPR untuk mengusut tuntas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan-perusakan rumah ibadah.
BACA JUGA: HNW Usulkan DPR Bentuk Panja Perusakan Rumah Ibadah dan Penusukan Ulama
HNW sapaan akrabnya menuturkan kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid sudah makin meresahkan umat dan masyarakat. Uniknya, kata dia, hampir semua kasus berujung kepada opini atau kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi.
“Ini perlu diusut secara tuntas," tegas HNW dalam siaran persnya, Kamis (1/9).
BACA JUGA: HNW Mendukung Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional untuk KH Ahmad Sanusi
Wakil ketua Majelis Syura PKS itu mengatakan penting bagi DPR menggunakan kewenangan pengawasannya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu.
"Supaya hukum tegak, kejahatan sejenis bisa dihentikan, dan negara betul-betul hadir melindungi seluruh tumpah darah dan rakyat Indonesia termasuk para tokoh agama dan simbol agama seperti masjid dan musala,” ujarnya.
BACA JUGA: HNW: Pencabutan Klaster Pendidikan Bukti Ada Masalah, Setop Pembahasan RUU Ciptaker
HNW mengatakan peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan masjid atau musala masih terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir.
Kasus-kasus terakhir terjadi terhadap ulama kondang Syekh Ali Jaber yang ditusuk ketika berceramah di Lampung, perusakan masjid di Dago, Bandung, dan tindakan vandalisme di Musala Darussalam di Pasar Kemis, Tangerang, Banten.
HNW menambahkan pengawasan DPR terhadap pelaksanaan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi setiap warga negara dan simbol agama, termasuk ulama dan tempat ibadah atau masjid maupun musala sangat perlu dilakukan.
Apalagi, kata dia, bila dikaitkan dengan analisis kontroversial Menteri Agama Fachrul Razi bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Al-Quran yang mahir berbahasa Arab dan good looking.
“Namun faktanya, yang terjadi justru adalah masjid di Dago dan musala di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hapal Alquran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak good looking, sedangkan Syekh Ali Jaber penceramah di masjid yang moderat dan tidak radikal, penghapal Al-Quran, mahir bahasa Arab, dan good-looking malah menjadi korban teror dan radikalisme,” kata HNW.
Ia mengatakan peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata perlu adanya UU yang bersifat lex specialis sebagai perlindungan tokoh agama dan simbol agama. Karena itu, tegas dia, RUU-nya penting untuk segera dibahas dan disahkan.
“DPR dan pemerintah harusnya responsif dengan kasus-kasus pelanggaran hukum dan meresahkan masyarakat yang marak terjadi, seperti kasus perusakan rumah ibadah dan penusukan ulama. Karena itu, mestinya DPR dan pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU itu,” tuturnya.
Namun, HNW mengingatkan sambil menunggu pembahasan RUU itu dilakukan, Komisi VIII DPR bisa juga dapat segera membentuk panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan parlemen terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.
“Ini juga adalah salah satu tupoksi utama dari Komisi VIII, yakni melakukan pengawasan terhadap urusan keagamaan di Indonesia,” pungkasnya. (boy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW Tolak Penghapusan Mapel Sejarah dan Agama di Negara Pancasila
Redaktur & Reporter : Boy