jpnn.com - JAKARTA – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, sangat setuju dan berharap Komisi II DPR RI dapat segera merealisasikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pembentukan Provinsi Tapanuli, sehingga dapat segera ditetapkan menjadi provinsi baru.
Meski begitu, jika masih dimungkinkan, ia berharap nama dari provinsi tersebut nantinya bukan Provinsi Tapanuli, namun Provinsi Batak.
BACA JUGA: Temukan Empat Data Peserta Ganda
“Bagi saya pemekaran itu sudah merupakan keharusan. Suku Batak harus diberi ruang yang sangat otonom, agar menjadi ujung tombak Indonesia di Barat. Saya kira jika Komisi II dapat dengan cepat membahasnya, ini merupakan hadiah terbaik republik ini bagi seluruh orang Batak yang selama ini berkontrubusi besar terhadap pembangunan Indonesia,” ujar Hinca kepada JPNN di Jakarta, Minggu (3/11).
Menurut pria Batak ini, ada beberapa hal penting yang menjadi pertimbangan pemekaran nantinya menggunakan nama Provinsi Batak.
BACA JUGA: Diumumkan 14 Desember, Hanya 30 Persen yang Lolos
Antara lain, kata Tapanuli lebih bersifat geografis dan baru hadir ketika Belanda masuk ke Tano Batak lewat Sibolga awal tahun 1900-an lalu. Sementara nama Batak, sudah mendarah daging dan menjadi sebuah nama suku bangsa sejak berabad-abad lalu.
“Tapanuli itu baru lahir ketika Belanda datang yang artinya Tapian Nauli. Sementara Batak sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun. Batak itu merupakan energi, sementara Tapanuli lebih kepada geografis dari sebagian besar wilayah Tano Batak. Selain itu selama ini juga tidak pernah disebut seseorang sebagai suku Tapanuli, tapi pasti disebut orang Batak,” ujarnya.
BACA JUGA: Tes CPNS di Makassar Molor
Selain itu, dengan menggunakan kata Provinsi Batak, Hinca yakin sejumlah kalangan yang selama ini merasa kurang setuju atas pemekaran, akan berbalik memberi dukungan penuh. Karena kata "Batak" melintasi batas geografis dan menyentuh langsung sendi-sendi akar kehidupan, maupun sejarah panjang yang ada.
Ia mencontohkan pentingnya penggunaan nama yang tepat, seperti dialami Provinsi Irian Jaya beberapa waktu lalu. Perkembangan yang ada terasa sangat lamban. Selain itu pemberian nama juga secara sepihak ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sementara bagi penduduk yang berada di sana, mereka merasa sebagai orang Papua. Sehingga ketika nama diubah menjadi Provinsi Papua, perubahan besar terjadi. Masyarakat benar-benar menjadi sangat antusias membangun daerahnya. Karena Papua merupakan jatidiri, bukan Irian Jaya.
“Demikian juga dengan kata Batak. Ketika ada orang Batak yang tinggal di bulan sekali pun, dia pasti akan setuju dengan nama ini. Karena Batak itu sebuah energi luarbiasa dan itu merupakan magnit yang menjadi kekuatan besar bagi pembangunan nantinya,” kata Hinca.
Ketua Komisi Disiplin Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) ini menilai, ketika nama yang dipakai Provinsi Batak, Komisi II nantinya juga hanya tinggal mengukuhkan saja. Karena seluruh aspek-aspek berdirinya sebuah daerah menjadi provinsi baru, sudah sangat lengkap. Mulai dari bahasa, budaya, luas wilayah maupun sumberdaya alam yang dapat menopang kesejahteraan masyarakat secara luas.
“Dengan menyebut Provinsi Batak, maka daerah tersebut secara otomatis langsung mendunia. Karena paling tidak masyarakat dunia jauh lebih mengenal Danau Toba berada di Tanah Batak daripada di Tapanuli. Apalagi saat ini Danau Toba menjadi salah satu warisan taman geopark dunia. Karena itu jika memungkinkan, nama sebaiknya diubah. Saya bersedia memberikan penjelasan lebih detail ke Komisi II, karena ini menyangkut filosofi, fakta dan demi memercepat pembangunan ke depan nantinya,” kata pria yang sejak 2010 lalu aktif mengkampanyekan ‘Siholma Provinsi Batak’ (Rindu Provinsi Batak).
Hinca yakin pemekaran juga mampu memercepat pembangunan, karena saat ini pemerintah telah meresmikan penggunaan Bandara udara Kuala Namu Internasional Airport (KNIA), lengkap dengan ruas jalan tol sebagai penghubung. Artinya hanya dengan memerpanjang luas jalan tol yang ada hingga ke Pematang Siantar, maka pariwisata di Danau Toba akan kembali menggeliat.
Namun tentunya infrastruktur jalan, perlu ditambah dengan sejumlah pembangunan lain. Di antaranya perlu dibangun paling tidak hingga 25-50 hotel di daerah Danau Toba. Jika ini terwujud, maka pertemuan-pertemuan kelas dunia yang selama ini diselenggarakan di Bali, dapat pindah ke Danau Toba.
“Kalau menggunakan istilah Provinsi Batak, saya kira orang Batak di luar negeri juga akan terpanggil terus menerus mempromosikan daerah asalnya. Misal orang Batak di Hollywood, akan mempromosikan pembuatan film di Danau Toba. Langkah ini sama seperti yang saya dorong beberapa waktu lalu, agar digelar festival renang internasional keliling Danau Toba. Nah kalau hal-hal seperti ini dilakukan dengan konsep yang matang, maka dalam waktu 10 tahun provinsi hasil pemekaran saya yakin bisa mengalahkan provinsi induk,” ujarnya.
Karena itu penggunaan istilah nama menurut Hinca penting untuk kembali dipikirkan. Agar nantinya pemekaran tidak lahir sungsang. “Kan kalau salah nama, harus ada upacara-upacara lagi. Namun saat menggunakan nama Batak, sampai ku bilang orang Batak di bulan pun pasti setuju. Sementara kalau hanya menggunakan Tapanuli, mungkin beberapa teman misalnya di Simalungun, akan kurang mendukung,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota DPRD Ikut Tes CPNS
Redaktur : Tim Redaksi