jpnn.com - JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah memutuskan ujian nasional (unas) tetap diberlakukan.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, setelah diputuskan unas lanjut maka tinggal urusan perbaikan. Dia menjelaskan ada tiga aspek perbaikan unas yang harus dijalankan.
BACA JUGA: Sudah Ada 234 Madrasah Aliyah Kejuruan
Pertama adalah aspek teknis. Aspek teknis ini meliputi kerahasiaan dan ketepatan waktu. ’’Ujian kalau tidak rahasia, mau jadi apa,’’ katanya.
Aspek yang kedua adalah upaya memperkecil potensi kecurangan. Bagi Nuh kejujuran dalam mengejarkan unas itu diharuskan. Namun potensi kecurangan tetap ada, sehingga harus diantisipasi.
BACA JUGA: Presiden Minta Mendikbud Tindaklanjuti Laporan PISA
Nuh juga berharap kualitas soal unas ditingkatkan secara bertahap. Misalnya dengan menambah porsi soal ujian kategori sedang dan sulit.
Jika perlu soal ujian yang sesuai standar pengukuran internasional seperti PISA atau TIMSS juga dimasukkan ke dalam paket soal ujian.
BACA JUGA: Mendikbud: Saya Manut Saja
Selain itu soal-soal ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN) juga bisa dimasukkan di unas. Dengan demikian hasil unas bisa jadi pertimbangan seleksi mahasiswa baru.
Perbaikan ketiga menurut Nuh adalah pemanfaatan hasil unas. Dia lebih sepakat bahwa unas tetap jadi bagian dari penentu kelulusan.
Perkara bobotnya susut dari 50 persen menjadi 40 persen, dia tidak mempermasalahkannya. Urusan siswa menjadi stres, takut, dan sebagainya menurut dia masih wajar. ’’Jangankan siswa. Orang yang sudah bekerja saja juga mengalami stres,’’ papar dia.
Pengamat pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jejen Musfah merasa kasihan dengan upaya Mendikbud Muhadjir Effendy. Sebab Muhadjir sudah mengkaji dan mengeluarkan gagasan moratorium unas.
Namun karena Presiden Joko Widodo sudah menetapkan unas dilanjutkan, maka Kemendikbud harus melanjutkannya.
Tim ahli Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu berpesan kepada para guru untuk tidak menyambut Unas 2017 secara berlebihan.
Maksudnya tetap membimbing belajar para siswa secara utuh. ’’Bakat siswa itu banyak. Guru tidak boleh mengedepankan aspek kognitif saja,’’ kata dia.
Jejen mengingatkan bakat dan minat siswa itu tidak hanya di bidang akademik. Tetapi juga ada yang memiliki bakat dan minat di bidang olahraga, seni, dan budaya. Bakat dan minat seperti itu harus diakomodasi dalam proses pembelajaran dan evaluasi akhir.
Kemudian selama proses unas berlangsung, pemerintah harus bisa menjamin terlaksana dengan jujur. Dimulai dari komitmen para guru tidak membantu membuat kunci jawaban untuk siswanya.
Lalu orangtua yang mati-matian membeli kunci jawaban, harus distop. Kemudian kepala daerah dan dinas pendidikan tidak menekan kepala sekolah supaya tingkat kelulusan 100 persen.
’’Bercita-cita lulus semua itu baik. Tapi kalau diiringi dengan tekanan dan ancaman mutasi, itu tidak baik,’’ jelasnya.
Jejen berharap proses proses pembelajaran dan unas harus dijalankan secara alamian. Tidak boleh ada intervensi politik dalam bentuk apapun. Baginya unas itu murni kegiatan akademis.
Terakhir dia juga berpesan pemerintah pusat harus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan berbasis hasil unas.
’’Misalnya peningkatan kualitas guru, seperti yang dikatakan Pramono Anung,’’ katanya. Selain itu juga pembenahan infrastruktur pendidikan. (wan/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tok..Tok, Presiden Jokowi Putuskan Ujian Nasional Tetap Diberlakukan
Redaktur : Tim Redaksi