Utang Luar Negeri Indonesia Mengkhawatirkan

Selasa, 20 Maret 2018 – 12:05 WIB
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan rasio pembayaran utang negara terhadap kemampuan pemerintah sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, saat ini besaran Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sudah menyentuh 357,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau tumbuh sebesar 10 persen dibanding tahun lalu.

“Kalau kita bicara APBN 2018, biaya yang paling tinggi adalah untuk infrastruktur yaitu Rp 410 triliun. Tapi jangan salah, pembayaran utang kita lebih tinggi, yakni Rp 520 triliun. Artinya APBN kita sudah porsinya banyak sekali untuk membayar utang, ini mengkhawatirkan,” kata Hafisz usai menghadiri Seminar Nasional Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (19/3/2018).

BACA JUGA: Ekspor CPO dari Indonesia Terhambat, Begini Respons DPR RI

Politikus Fraksi PAN itu melanjutkan, hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menekan utang luar negeri tersebut, yakni memperluas pembiayaan terhadap sektor produktif, bukan hanya memfokuskan terhadap infrastruktur semata.

“Saya melihat, pemerintah sudah melakukan pembangunan dari sektor produktif. Tapi kalau dikaji lebih dalam untuk produktifitasnya sampai mana, saya kira ini belum. Karena pembangunan itu bisa dikatakan produktif ketika ia bisa menambah lapangan kerja, bisa meningkatkan daya beli dan industri bisa berjalan normal dan baik,” jelasnya.

BACA JUGA: DPR Pertanyakan Perlindungan Data Pribadi Masyarakat

Hafisz juga mengatakan pembangunan tidak menyasar kepada sektor yang produktif, tidak bersifat membangkitkan industri, membangkitkan UKM yang bisa memberikan porsi pekerjaan untuk masyarakat.

“Selain itu, juga yang paling penting bahwa pembangunan apa pun bentuknya harus bisa menggerakkan sektor riil supaya ekonomi bisa tumbuh di atas 5 persen,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ketua DPR Akan Mediasi Pelaksanaan UU PA dengan Pemerintah

Politikus daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini juga menjelaskan pembangunan sektor produktif harus juga dipilah supaya setiap rupiah yang digelontorkan dapat mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja untuk rakyat.

“Daripada kita membangun istana pasir, lebih baik membangun ekonomi rakyat, kalau rakyat bisa belanja yakinlah serapan pajak kita lebih dari 13 persen, yang sekarang hanya 10,5 persen dari target kita 11 persen. Sedangkan IMF mengatakan porsi rasio pajak seperti negara kita harus berkisar di angkat 15-16 persen,” imbuh Hafisz.

Bank Indonesia (BI) mencatat ULN Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen menjadi 357,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dolar AS). Adapun rinciannya adalah 183,4 miliar dolar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dolar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi V Desak Pelabuhan Wanci Tercatat Sebagai Aset Pempus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
DPR  

Terpopuler