jpnn.com, JAKARTA - Jumlah utang pemerintah akhir-akhir ini jadi sorotan. Sebab, angkanya mencapai Rp 3.672,33 triliun.
Angka itu membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanen kritik. Sebab, selama 2,5 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi, jumlah utang pemerintah bertambah hingga Rp 1.062 triliun.
BACA JUGA: Jokowi Resmikan Proyek Rumah DP Satu Persen di Kaltim
Namun, anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait yang membidangi keuangan memiliki pembelaan atas penambahan utang semasa pemerintahan Presiden Jokowi. Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, pemerintah mana pun tentu tak senang berutang.
"Bicara soal utang, saya rasa tidak ada orang yang senang berutang, karena utang itu pasti ada kewajibannya,” ujar Maruarar dalam diskusi bertema Utang Negara untuk Siapa? di DPR, Kamis (13/7).
BACA JUGA: Ini Tantangan untuk Jenderal Gatot Jika Mau Saingi Jokowi di Pilpres
Ketua Banggar DPR Aziz Syamsuddin (paling kiri) bersama pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy (tengah) dan anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait dalam diskusi bertema Utang Negara untuk Siapa? di DPR, Kamis (13/7). Foto; RMOL
BACA JUGA: Pak Jokowi Ingin Tol Balikpapan-Samarinda Tuntas Desember 2018
Ara -panggilan Maruarar- menambahkan, utang tentu selalu diiringi kewajiban. Utang pemerintah pun ada konsekuensinya.
Namun sambung Ara, utang yang dilakukan di era Presiden Jokowi jelas peruntukannya. “Kalau kita lihat, utangnya apa? Infrastruktur," tegasnya.
Lebih lanjut Ara menceritakan pengalamannya saat mendampingi Presiden Jokowi dalam kunjungan kerja Lintas Nusantara beberapa waktu lalu. Dalam kegiatan itu, Presiden Jokowi secara maraton mengunjungi Aceh, Kalimantan Selatan, Maluku, Maluku Utara dan berakhir di Papua.
Saat itulah Maruarar menyaksikan langsung pesatnya pembangunan infrastruktur Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. Pembangunan infrastruktur pun tidak hanya difokuskan di daerah-daerah yang berpenduduk padat, tetapi juga di wilayah pedalaman dan kawasan perbatasan.
"Di Sumatera Utara misalnya, jalan tol itu progresnya luar biasa. Pelabuhan-pelabuhan, bandara. Di Wamena bagaimana kita melihat pembangunan perbatasan kita dengan Papuan Nugini," tuturnya.
Maruarar menegaskan, Presiden Jokowi sebenarnya bisa saja memilih membangun di kawasan padat penduduk untuk mendapat berkah elektoral demi Pemilu 2019. Namun, kata Ara, mantan gubernur DKI itu justru memilih mendorong pembangunan infrastruktur di kawasan-kawasan minim penduduk.
"Kalau misalnya Presiden Jokowi hanya berpikir pragmatis saja dan tidak berpikir menjaga keindonesiaan, dia akan membangun daerah-daerah yang padat saja misalnya Jawa dan Sumatra yang jumlah penduduknya padat," tutur Ara dalam diskusi yang juga menampilkan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan Ketua Banggar DPR Aziz Syamsuddin sebagai pembicara itu.(ysa/rmol/jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Tiga Kandidat yang Cocok Jadi Pendamping Jokowi
Redaktur & Reporter : Antoni