jpnn.com, BEIJING - Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa kepala hak asasi manusia PBB dipersilakan untuk mengunjungi Xinjiang, tetapi tidak untuk tujuan penyelidikan.
Dalam konferensi pers rutin pada Jumat, juru bicara Kemlu China Zhao Lijian mengatakan bahwa undangan ke Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet telah diperpanjang sejak lama untuk tujuan pertukaran dan kerja sama.
BACA JUGA: Mengeklaim Diri Negara Teraman di Dunia, China Tersinggung dengan Rencana AS Ini
Namun, ia menegaskan bahwa China menentang upaya menjadikan kunjungan tersebut dasar manipulasi politik.
Kelompok hak asasi manusia menuduh China melakukan pelanggaran besar-besaran terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas lainnya di wilayah barat jauh Xinjiang, termasuk penahanan massal, penyiksaan, dan kerja paksa.
BACA JUGA: Dituduh Memulung Puing F-35, China Sindir Mutu Mesin Perang AS
Amerika Serikat menuduh China melakukan genosida.
Beijing membantah semua tuduhan pelecehan terhadap Uighur dan Muslim Turki lainnya, dan menyebut kebijakannya diperlukan untuk memerangi ekstremisme agama.
BACA JUGA: Menlu Inggris Sebut Negara Barat Kesatria Demokrasi, Musuh Diktator Global China dan Rusia
Surat kabar South China Morning Post (SCMP) melaporkan bahwa persetujuan untuk kunjungan Bachelet setelah Olimpiade Musim Dingin selesai pada 20 Februari 2021, diberikan dengan syarat harus dilakukan dengan "bersahabat" dan tidak dibingkai sebagai penyelidikan.
Beijing telah meminta kantor Bachelet untuk tidak mempublikasikan laporan tentang situasi di Xinjiang, menurut laporan surat kabar itu pada Kamis (27/1).
Seorang diplomat Barat meragukan laporan SCMP, dengan mengatakan bahwa China dan Bachelet telah membahas kunjungan selama bertahun-tahun tetapi belum menyetujui kerangka acuan, yang di pihak Bachelet, termasuk akses bebas dan tak terbatas ke orang-orang yang dia pilih.
Dengan sesi lima minggu Dewan HAM PBB yang akan dimulai pada 28 Februari 2021, para aktivis dan diplomat mengatakan jendela diplomatik ditutup untuk Bachelet untuk menerbitkan laporan tersebut, yang diharapkan didasarkan pada penelitian kantornya sendiri dan wawancara dengan tersangka korban dan saksi di dalam dan di luar dari Xinjiang dan China.
Aktivis telah menyuarakan kekecewaan tentang keterlambatan penerbitan laporan PBB tentang situasi di Xinjiang.
Pada Desember tahun lalu, juru bicara Bachelet mengatakan bahwa kantornya sedang menyelesaikan penilaiannya terhadap situasi tersebut.
Seperti pada 2008, Olimpiade kembali menyoroti catatan hak asasi manusia China, yang menurut para kritikus telah memburuk sejak itu, membuat Washington menyebut perlakuan Beijing terhadap Muslim Uighur sebagai genosida dan mendorong boikot diplomatik oleh AS dan negara-negara lain.
“Tidak seorang pun, terutama diplomat hak asasi manusia terkemuka di dunia, bisa tertipu oleh upaya pemerintah China untuk mengalihkan perhatian dari kejahatannya terhadap kemanusiaan yang menargetkan Uighur dan komunitas Turki lainnya,” kata direktur Human Rights Watch wilayah China Sophie Richardson, dalam surat elektronik yang dikirimkan kepada Reuters pada Jumat. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil