UU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Percepatan Penciptaan Lapangan Kerja

Jumat, 18 Desember 2020 – 06:25 WIB
Bekerja. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Institut Teknologi Indonesia (ITI) Yenny Widianty menyebut keberadaan Undang-Undang (UU) No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dibutuhkan untuk salah satu kebutuhan masyarakat saat ini, yakni percepatan penciptaan lapangan kerja.

Hal ini disampaikan Yenny dalam diskusi bertajuk UU Cipta Kerja dan Pembangunan Berkelanjutan, Perspektif Lingkungan Hidup yang digelar Institut Teknologi Indonesia (ITI) Tangerang Selatan baru-baru ini.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Siapa Pembesuk Rizieq? Mahfud MD Terdiam, Ferdinand Meradang

“UU Cipta Kerja itu bagus. Penciptaan lapangan kerja itu harus, karena penduduk kita banyak yang menuntut pekerjaan. Untuk penciptaan lapangan kerja, kata kuncinya percepatan,” ujarnya.

Yenny mengatakan, percepatan penciptaan lapangan pekerjaan, melalui UU Cipta Kerja, diupayakan dengan menghilangkan hambatan-hambatan peraturan.

BACA JUGA: UU Cipta Kerja Tidak Menurunkan Standar Penilaian Amdal

Menurutnya, semangat UU Cipta kerja itu seperti pola pikir orang berlatar belakang disiplin ilmu Teknik Industri, yang mengedepankan penyederhanaan.

“Kalau melihat latar belakang keluarnya UU Cipta Kerja, itu sejalan dengang pola pikir orang teknik industri. Kita bicara bagaimana melakukan penyederhanaan, membangun sistem yang lebih simple dan menghilangkan pemborosan itu adalah pola pikir kami untuk menciptakan value,” kata dosen Teknik Industri ITI Tangerang Selatan ini.

BACA JUGA: Ibu-Ibu dan LSM Gugat UU Larangan Ganja untuk Tujuan Medis ke MK

Yenny menilai positif soal penyederhanaan izin lingkungan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Meski demikian, bagi Yenny, yang terpenting adalah bagaimana implementasinya. Implementasi lah yang menurutnya yang akan menciptakan efektivitas untuk terwujudnya tujuan dari UU Cipta Kerja.

Termasuk, efektivitas implementasi aturan, tambah Yenny, perlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) tim penilai izin lingkungan.

“Implementasinya tergantung dari para penilai berbasis risiko ini,” katanya.

Untuk itu, timpalnya, hal tersebut harus dipastikan kredibilitas dan integritas Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup,yang bertugas sebagai penilai Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan diatur dalam RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja.

“Karena dalam beberapa kasus, orang memiliki wewenang, tapi tidak memiliki pengetahuan atau tidak paham ruang lingkup dari pekerjaan,” alasannya.

Dia berharap, jangan sampai karena Tim Uji Kelayakan Lingkungan yang tidak berintegritas, membuat UU Cipta Kerja yang bertujuan menyelesaikan masalah,bisa menciptakan masalah baru, yakni terkait kelestarian lingkungan.

Menurutnya, dalam upaya meningkatkan investasi demi penciptaan lapangan kerja, tetap harus mempertimbangkan preferensi masyarakat setempat dan kelestarian lingkungan. Pembangunan yang berkelanjutan, itu harus diutamakan.

Dia mencontohkan pengalamannya saat menjadi konsultan kajian kawasan industri di Papua Barat. Di sana, dia menemukan gap antara apa yang diinginkan masyarakat terkait kelestarian lingkungan dengan pembangunan untuk tujuan ekonomi dan kepentingan investasi.

Lanjutnya, untuk pembanguan infrastruktur penunjang pembangunan itu harus menerabas hutan konservasi. “Persoalan ini harus ditemukan jalan tengahnya,” pungkasnya. (flo/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler